"Setelah 'Deklarasi bersama', Indonesia dan Vietnam masih saling mendukung, tetapi hubungan antara kedua negara tampaknya tidak bersifat struktural," tulis Van den Berge. Tetapi, hubungan kedua negara itu sangat sifnifikan pada Konferensi Hubungan Asia di New Delhi 1947 untuk mewujudkan kemerdekaan mereka.
Prancis, sebagai penjajah Vietnam, justru tampak berdiri bersama Belanda. Misalnya, lewat hak vetonya di Dewan Keamanan PBB, Prancis justru melindungi Belanda dari langkah-langkah sidang.
Pada 1950-an, Presiden AS Dwight D. Eisenhower mengemukakan teori domino. Sebenarnya, teori ini lebih awal lagi dikemukakan oleh komisaris tinggi Indochina Laksamana Thierry d'Argenlieu dan dinas intelijen luar negeri Prancis (SDECE). Teori ini mengemukakan bila ada suatu negara yang terpapar komunisme, maka negara lainnya akan terpengaruhi pula seperti efek domino.
Indocina dan Hindia belanda adalah 'luka terbuka' di blok jajahan Eropa di Asia Tenggara, ungkap SDECE ketika melihat pergerakan yang bermunculan, dikutip Van den Berge.
Baca Juga: Pertempuran Tarakan, Jejak Mengusir Jepang di Akhir Perang Dunia II
Baca Juga: Manis Diambil Sepah Dibuang: Nestapa Prajurit KNIL Maluku di Belanda
Baca Juga: Kisah Wojtek, Beruang Cokelat yang Bertempur di Perang Dunia II
Jika luka itu tidak disembuhkan, efeknya akan berdampak pada dunia Arab yang sedang bergejolak, lalu Afrika. Hal ini dapat menyulitkan akses dunia Barat untuk mendapatkan bahan baku yang dibutuhkan.
"Namun, daerah tropis adalah mangsa yang menggoda bagi negara adidaya lainnya, khususnya Uni Soviet, yang juga harus memuaskan rasa lapar mereka akan bahan mentah dan dengan demikian menunggum" tulisnya. SDCE menyerukan agar dunia Barat harus segera menghentikan komunisme, sebab nasib mereka kini berada di Prancis yang berkoloni Indocina dan Belanda di Indonesia.
Belum lagi, pergerakan Islam lewat berbagai bermunculan di Timur Tengah pasca jatuhnya Kesultanan Ottoman. Pendekatan ideologis ini, akhirnya memicu negara-negara Islam lainnya turut mendukung kemerdekaan Indonesia yang penduduknya mayoritas muslim, seperti yang dilakukan Mesir tahun 1947.
Singkatnya, demi kekuatan Barat mempertahankan pengaruhnya, beberapa AS dan Inggris turut terlibat dalam mendamaikan Belanda dan Indonesia. Berbagai perjanjian seperti yang dilakukan pada 1947 di kapal Renville milik AS yang mengancam Belanda atas Marshall Plan.
Meski demikian, kontak senjata yang menewaskan banyak tentara dan warga sipil terjadi di tahun-tahun setelahnya. Hingga akhirnya, gencatan senjata mulai terwujud atas kesepakatan yang di bawah naungan PBB, dan berbuah pada pemindahan kedaulatan.
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR