Ia memikirkan bagaimana bagaimana caranya agar wilayah-wilayah itu bisa bekerja sama dengan negara-negara Barat.
Baca Juga: Teror Tahun 1975 di Belanda, Menagih Janji Maluku Selatan yang Merdeka
Baca Juga: Reka Ulang 'KNIL Vakantie': Menekuri Raut Sejarah dari Sisi Berbeda
Baca Juga: Cerita Anton Stolwijk Membuka Potret Sejarah Perang Aceh-Belanda
"Oleh karena itu," tulis Van den Berge, "sangatlah penting bahwa Belanda dan Republik [Indonesia] harus mencapai penyelesaian damai yang memenuhi aspirasi keduanya." Pihak Washington yakin, masalah politik bisa ditangani, tetapi perkara ekonomi maslih saling bertentangan.
"Di mana pertanyaannya adalah," lanjutnya "Apakah kepulauan Indonesia akan berkembang menjadi ekonomi terbuka atau lebih tertutup, adalah tugas yang sangat besar, yang dianggap Marshall tidak kalah pentignya daripada mencari solusi untuk perselisihan politik."
Tidak sendiri, Prancis yang juga sekutunya juga punya ambisi yang sama untuk mengambil kembali koloninya yang diambil Jepang, Indocina. Nasib Indocina juga saat itu sama dengan Indonesia yang memerdekakan diri menjadi Vietnam setelah Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu.
Vietnam dan Indonesia akhirnya mendukung satu sama lain untuk mewujudkan kemerdekaan. Bahkan pada 17 November 1945, Ho Chi Minh menyampaikan kepada Sukarno untuk membuat 'Deklarasi Bersama Vietnam dan Indonesia'. Tujuan deklarasi ini agar tersampaikan kepada publik dan mengajak negeri-negeri terjajah di Asia seperti India, Burma, dan Malaya, bisa bergabung.
Namun, Perdana Metneri Luar Negeri Sutan Sjahrir belum merespon balik. Menurutnya, aliansi dengan komunis Vietnam justru akan melemahkan posisi Indonesia untuk mewujudkan Indonesia merdeka.
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR