Nationalgeographic.co.id - Penyakit Parkinson adalah gangguan neurodegeneratif yang ditandai dengan penghancuran populasi neuron tertentu yaitu neuron dopaminergik. Degenerasi neuron ini mencegah transmisi sinyal yang mengendalikan gerakan otot tertentu dan menyebabkan kekakuan, gemetaran, tremor, kontraksi otot yang tidak disengaja atau masalah keseimbangan yang menjadi ciri patologi ini. Gejala penyakit Parkinson biasanya mulai secara bertahap dan memburuk seiring waktu.
Meskipun penyakit Parkinson tidak dapat disembuhkan, tetapi obat-obatan dapat secara signifikan memperbaiki gejala yang ada. Terkadang, dokter juga mungkin menyarankan operasi untuk mengatur daerah tertentu di otak dan memperbaiki gejala yang timbul.
Baru-baru ini, sebuah tim dari Universitas Jenewa (UNIGE) telah menyelidiki penghancuran neuron dopaminergik ini menggunakan lalat buah sebagai model studi. Para ilmuwan mengidentifikasi protein kunci pada lalat, dan juga pada tikus, yang memainkan peran protektif terhadap penyakit ini dan bisa menjadi target bagi terapi baru. Hasil studi ini telah dipublikasikan di jurnal Nature Communications pada 17 Maret 2022 dengan menyertakan judul "Maintenance of mitochondrial integrity in midbrain dopaminergic neurons governed by a conserved developmental transcription factor".
Terlepas dari bentuk langka yang melibatkan satu gen, sebagian besar kasus Parkinson terjadi akibat interaksi antara berbagai faktor risiko genetik dan lingkungan. Penyakit ini memengaruhi sekitar 50 persen lebih banyak pria daripada wanita. Namun, elemen umum dalam timbulnya penyakit ini adalah disfungsi mitokondria di neuron dopaminergik. Pabrik-pabrik kecil di dalam sel ini bertanggung jawab untuk produksi energi, tetapi juga untuk mengaktifkan mekanisme penghancuran diri sel ketika rusak.
Laboratorium Emi Nagoshi, Profesor di Departemen Genetika dan Evolusi di Fakultas Sains UNIGE, menggunakan lalat buah, atau Drosophila, untuk mempelajari mekanisme degenerasi neuron dopaminergik. Kelompoknya sangat tertarik pada gen Fer2, yang homolog manusianya mengodekan protein yang mengontrol ekspresi banyak gen lain dan yang mutasinya dapat menyebabkan penyakit Parkinson melalui mekanisme yang belum dipahami dengan baik.
Dalam penelitian sebelumnya, tim ilmiah ini menunjukkan bahwa mutasi pada gen Fer2 menyebabkan defisiensi mirip Parkinson pada lalat, termasuk keterlambatan dalam memulai gerakan. Mereka juga telah mengamati cacat dalam bentuk mitokondria neuron dopaminergik, mirip dengan yang diamati pada pasien Parkinson.
Baca Juga: 5 Penyakit Ini Dapat Diketahui Melalui Tangan, Salah Satunya Penyakit Jantung
Baca Juga: Cara Kita Mengingat: Ada Dua Jenis Sel di Otak yang Membentuk Ingatan
Baca Juga: Melacak Aktivitas Otak Manusia Melalui Penyelidikan Otak Tikus
Karena tidak adanya Fer2 menyebabkan kondisi seperti penyakit Parkinson, para peneliti menguji apakah—sebaliknya—peningkatan jumlah Fer2 dalam sel dapat memiliki efek perlindungan. Ketika lalat terkena radikal bebas, sel-selnya mengalami stres oksidatif yang menyebabkan degradasi neuron dopaminergik. Namun, para ilmuwan dapat mengamati bahwa stres oksidatif tidak lagi memiliki efek merusak pada lalat jika mereka memproduksi Fer2 secara berlebihan, membenarkan hipotesis peran protektifnya.
"Kami juga telah mengidentifikasi gen yang diatur oleh Fer2 dan ini terutama terlibat dalam fungsi mitokondria. Oleh karena itu, protein kunci ini tampaknya memainkan peran penting melawan degenerasi neuron dopaminergik pada lalat dengan mengendalikan tidak hanya struktur mitokondria saja tetapi juga fungsinya," jelas Federico Miozzo, peneliti di Departemen Genetika dan Evolusi dan penulis pertama studi tersebut, seperti yang dilaporkan Tech Explorist.
Untuk mengetahui apakah gen Fer2 memainkan peran yang sama pada mamalia, para ahli biologi menciptakan mutan Fer2 homolog di neuron dopaminergik tikus.
Seperti pada lalat, mereka mengamati kelainan pada mitokondria dari neuron-neuron ini serta cacat gerak pada tikus tua. "Kami saat ini sedang menguji peran protektif homolog Fer2 pada tikus dan hasil yang serupa dengan yang diamati pada lalat akan memungkinkan kami untuk mempertimbangkan target terapi baru untuk pasien penyakit Parkinson," simpul Emi Nagoshi.
Source | : | Tech Explorist |
Penulis | : | Wawan Setiawan |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR