Mereka membagi dua jenis, kohkol berukuran besar terbuat dari kayu untuk digantung di langgar sebagai tanda waktunya salat, dan kohkol kecil terbuat dari bambu sebagai instrumen musik atau karawitan. Perkembangannya kohkol yang kecil sebagai instrumen musik pun berlanjut menjadi angklung.
Selain angklung, Kunst lewat buku Hindu Javanese musical instrument menulis, bahan-bahan bambu yang jadi instrumen pukul digunakan oleh masyarakat Sunda di pegunungan. Alat-alat itu antara lain celempung bambu, ketuk bambu, kendang bambu, gambang, calung, rengkong, dan hatong.
Gambaran di masa sekarang, selain diterapkan masyarakat Bali, sastrwan Soesilo Toer lewat buku Dunia Samin juga menggambarkan kegunaan kentongan. Salah satu adegannya bagaimana masyarakat Samin atau Sedulur Sikep membunyikan alat itu menandakan musuh atau kolonial Belanda datang ke kawasan mereka.
Namun, di Pulau Jawa, masyarakat Sunda bukan satu-satunya yang menggunakan kentongan sebagai instrumen musik. Masyarakat Banyumas terkenal dengan gamelan calungnya, dimana seni musik pukul itu terbuat dari bambu.
Baca Juga: Kisah Hidup Soesilo Toer: Doktor Pemulung dan Tuduhan Komunis
Baca Juga: Sejarah Dangdut, Musik Nusantara yang Tak Pernah Dilekang Waktu
Baca Juga: Jaap Kunst, Pria Belanda yang Jatuh Cinta pada Musik Tradisi Nusantara
Baca Juga: Neuron di Otak Kita Merespon Nyanyian Musik dengan Cara yang Berbeda
Selain kentongan, ada pula instrumen lain sebagai alat komunikasi bunyi yang dipukul, bendhe. Bendhe adalah sejenis gong kecil yang ditabuhkan. Umumnya, gong digunakan dalam instrumen musik dan hingga saat ini digunakan sebagai tanda peresmian.
Berbeda dengan gong, bendhe lebih digunakan sebagai alat bunyi perang tradisional masyarakat Jawa, terang Kunst. Keberadaannya sempat digunakan sebagai instrumen musik, sebagaimana yang diapaparkan dalam relief seperti di Candi Sukuh dan Panataran.
Namun, dalam berbagai catatan seperti Serat Sastramuda, Babad Madura, dan Babad Basuki, digambarkan bendhe sebagai penanda aba-aba keberangkatan pasukan ke laga perang. Gambaran fungsinya untuk perperangan pun terjadi pada dunia pewayangan.
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR