Nationalgeographic.co.id—Untuk menentukan pejabat publik di Athena, peradaban Yunani kuno memiliki sistem demokrasi yang unik. Aristoteles, atau muridnya, menulis dalam Constitution of the Athenians bahwa pejabat publik bisa ditentukan lewat kleroteria atau pengundian.
Kleroteria adalah sistem bagi masyarakat polis Athena, dan alatnya yang mengacak atau mengundi disebut kleroterion, lempengan batu yang diukir dengan deretan slot.
Cara kerjanya, warga yang mencalonkan dirinya menempatkan tanda pengenal yang disebut pinakia, sebuah emblem terbuat dari perunggu bertuliskan namanya di dada. Kemudian setiap warga yang ingin menjadi hakim atau pejabat publik, pada saat itu meletakkan pinakia pada sebuah peti yang akan diguncangkan oleh ketua arkhon (pejabat) yang berfungsi seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Setelah diguncangkan, sebuah emblem akan keluar. Warga yang emblemnya keluar pertama kali akan ditarik menjadi penyisip emblem. Selanjutnya, emblem dimasukkan ke bagian yang sesuai di kleroterion yang slot kolomnya telah ditentukan.
Ketua arkhon kemudian menempatkan dua dadu dari warna berbeda yang biasanya hitam dan putih, ke tabung yang ada di samping kleroterion. Dadu lalu dijatuhkan melalui lubang tabung, dan menariknya satu per satu--ada 12 dadu putih untuk memenuhi masing-masing jabatan yang lowong.
Setelah itu, ketika dadunya bewarna putih, juri akan memilih baris teratas. Jika dadunya hitam, arkhon harus pindah ke baris berikutnya dari atas dan mengulangi perosesnya sampai semua posisi juri atau pejabat politik terisi untuk hari itu.
Erin Crochetière, dalam tesisnya di McGill University berjudul Democracy and the lot: the lottery of public offices in classical Athens menulis, semua warga berhak menjadi kandidat.
"Di Athena, bagaimanapun, tidak ada konsep profesionalisme bagi mereka yang berpartisipasi dalam politik dan oleh karena itu diyakini secara luas bahwa setiap warga negara adalah kandidat yang dapat diterima untuk memegang jabatan publik," tulis Crochetière, sejarawan peradaban kuno.
"Ini sebagian besar disebabkan oleh fakta bahwa badan warga negara Athena membentuk elit istimewa dalam masyarakat dan kewarganegaraan adalah status yang sangat dijaga. Ini, secara default, membatasi dan mempertahankan kumpulan kandidat yang dapat memperoleh akses ke jabatan publik. Selain itu, pemilihan dengan undian memiliki fungsi yang sangat penting dalam sistem politik Athena."
Orang-orang Athena memiliki pemikiran ideologis untuk mewujudkan sistem undian. Cara ini menjaga kandidat jabtan publik dari fraksionalisme dan sistem oligarki yang menyebabkan ketidakstabilan politik, seperti dilakukan Tiga Puluh Tiran yang berhubungan dengan Socrates.
Baca Juga: Pengadilan Yunani Kuno Atas Socrates, Apa yang Menyebabkannya Dihukum?
Baca Juga: Aristoteles di Yunani dan Nasibnya karena Kedekatan dengan Makedonia
Baca Juga: Menyelami Filsafat Cinta dari Plato Pada Simposiumnya di Athena
Crochetière menilai, konsep undian ini punya banyak kelebihan politis. Praktik suap tidak bisa dimainkan untuk mendulang kemenangan secara gelap. Partisipasi politik warga juga bisa meningkat secara otomatis walau kemungkinan bisa memegang jabatan publik sangatlah kecil.
"Setiap warga negara, dengan menunjukkan dirinya dengan pinakion yang bertuliskan nama dan deme, dan dengan mengambil bagian dalam prosedur yang sangat mendasar bagi ideologi politik Athena akan menegaskan kembali keanggotaannya dalam komunitas dan menegaskan haknya sebagai anggota kelompok elit warga negara Athena," ungkap Crochetière.
"Dengan demikian, tampak jelas bahwa prosedur ini bermuatan ideologis tinggi dan mencontohkan aspek-aspek fundamental demokrasi Athena."
Namun, ada sisi kelemahan dari praktik pengundian kandidat jabatan publik ini. Saking terbukanya untuk segenap warga Athena yang bisa mendaftar, tidak ada konsep profesionalisme untuk berpartisipasi.
Crochetière menulis, gagasan ini menghilangkan semua aspek rasionalisasi dari prosedur pemilihan yang mungkin berbahaya. Sebab, para kandidat tidak dipilih berdasarkan kualitas tertentu, sehingga memungkinkan jabatan yang diemban bisa lebih baik atau lebih buruk.
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR