Nationalgeographic.co.id - Sebuah studi terbaru mengungkapkan, walau areanya sangat sedikit di Bumi, kehidupan air tawar cukup kaya. Sehingga, penting untuk pelestarian memedulikan kawasan ini. Studi itu diterbitkan di jurnal Ecology Letters pada 25 Maret 2022 dengan judul "The origins of global biodiversity on land, sea and freshwater".
Temuan itu diungkapkan oleh para peneliti dengan mengamati pola asal-usul kekayaan spesies hewan dan tumbuhan yang beragam di habitat darat, laut, dan air tawar pada skala global.
Sebelumnya, banyak kajian lebih berfokus pada perbedaan mencolok keanekargaman hayati di daerah tropis, beriklim sedang. Sementara, pola lain berupa perbedaan spesies di antara tiga habitat—yang kini diteliti—belum dipelajari.
"Sejauh yang kami tahu, makalah kami adalah yang pertama memberikan analisis global keanekaragaman hayati berdasarkan habitat dan memberikan kemungkinan penjelasan tentang apa yang mungkin mendorong pola yang diamati," kata John Wiens, salah satu penulis makalah dan profesor di University of Arizona di Department of Ecology and Evolutionary Biology.
Para peneliti mengungkapkan, habitat air tawar lebih sedikit dari lautan dari total lapisan air di Bumi. Meski hanya sekitar dua persen di Bumi, habitar air tawar punya kekayaan spesies hewan tertinggi setiap areanya.
Mereka mencatat hampir semua spesies hewan dan tanaman yang diketahui dalam analisis. 77 persen spesies hewan di antaranya hidup di daratan, 12 persen di laut, dan 11 persen adalah yang tinggal di air tawar. Sedangkan spesies tanaman, hanya lima persen yang diketahui hidup di air tawar, dan dua persen di laut.
Baca Juga: Repin Menggambar Pilu Para Pengangkut Tongkang Sungai Volga di Rusia
Baca Juga: Misteri Monster Loch Ness: Reptil Prasejarah atau Penis Paus?
Baca Juga: Peran Geologi dan Iklim pada Keanekaragaman Hayati Hutan Hujan Tropis
Tim penelitian itu juga mendapati bahwa keragaman air tawar setidaknya dua kali lebih tinggi dari keragaman habitat darat dan laut, baik pada hewan maupun tumbuhan. Hasil itu diungkap dengan studi filogenetik—sejarah evolusi dan hubungan antara atau di dalam suatu kelompok organisme dalam pohon kehidupan.
"Pola komposisi komuntas air tawar dalam skala besar menyerupai proses penciptaan seni mosaik—di mana banyak kelompok di air tawar seperto 'potongan' yang bersumber dari ekosistem darat atau laut," Wiens berpendapat di Eurekalert.
"Oleh karena itu, menciptakan perlindungan tambahan untuk habitat air tawar dapat membantu melestarikan secara efisien, sekaligus, kelompok hewan dan tumbuhan yang sangat berbeda."
Sedangkan pada tumbuhan dan hewan yang tinggal di daratan, mereka menemukan kondisi yang berbeda. Spesies di sana hanya ada beberapa kelompok taksonomi organisme seperti filum spons, nematoda, moluska, dan chordata—kelompok yang terdiri jenis vertebrata.
Dengan kata lain, para penulis menyimpulkan, melestarikan habitat air tawar mempunyai peluang untuk melindungi banyak spesies, dan punya banyak sejarah evolusi daripada jumlah kawasan yang ada di darat atau di laut.
"Wawasan tentang keragaman filogenetik memberi kita peluang besar untuk melestarikan bagian penting dari sejarah evolusi," kata Wiens.
Masalahnya, lingkungan air tawar seperti sungai dan danau kerap tercemar. Berbagai zat kimia dari limbah rumah tangga dan industri bisa mencederai keankeragaman yang berkembang di sana.
Mereka menyimpulkan, habitat yang membuat spesies berkembang biak lebih cepat memiliki keanekaragaman hayati yang lebih besar. Tingkat keragaman itu memiliki berbagai faktor berbeda untuk setiap habitat, salah satunya mungkin disebabkan oleh hambatan geografis.
Meski hambatan geografis bisa menjadi salah satu faktor, tetapi bukan berarti sebagai jawaban mutlak. Karena lautan memiliki kawasan yang begitu luas, tetapi jumlah spesiesnya sangat terbatas, terang Wiens.
"Spesies dapat berkembang biak lebih cepat di darat daripada di laut atau di air tawar karena ada lebih banyak hambatan penyebaran di darat dibandingkan dengan laut, di mana organisme dapat bergerak lebih bebas," lanjutnya. "Hambatan ini tampaknya membantu mendorong asal usul spesies baru di semua habitat baik tumbuhan maupun hewan."
Banyak ilmuwan mengira bahwa produktivitas biologis, terutama pertumbuhan tanaman, pendorong utama keanekaragaman hayati. Akan tetapi studi terbaru ini mengabarkan dampak itu lebih kecil daripada yang diperkirakan sebelumnya.
"Produktivitas keseluruhan serupa antara laut dan darat, yang memberi tahu kita bahwa pada skala global, produktivitas bukanlah penentu keanekaragaman hayati yang paling penting," terang Wiens.
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR