Dalam hal ini, mereka terkesan menyamakan kedudukan Tuhan dengan manusia, yang tersirat pada ungkapan manunggaling kawula-Gusti. Tentu, dari pemahaman beragamanya, pemikirannya melintang jauh menelusuri keberagaman beragama.
Pemikirannya terus berkembang manakala kerap bertukar pikiran dengan sahabat pena Eropanya. Salah satu sahabat penanya dari Belanda bernama Nellie van Kol.
Dari sana ia mulai mengagumi zending —istilah yang digunakan Kartini untuk menyebut misi Kristen, yang menurutnya ajaran agama humanis. Meski seiring berjalannya waktu, Kartini turut mengecam gerakan misionaris oleh pemerintah kolonial Belanda di Jawa.
Baginya, pemerintah kolonial pun tidak sebaiknya mengganggu anak-anak muslim yang ingin belajar Islam. Sebaliknya, Kartini mendukung anak-anak muslim untuk mempelajari Islam dengan baik, seperti pengajaran di pesantren dan tempat kajian Islam lainnya.
Kartini yang merupakan perempuan priayi Jawa tentu lebih mudah mengakses ilmu Eropa jika dibandingkan dengan ilmu agama, dalam hal ini Islam. Jika ingin belajar ilmu agama, maka Kartini harus berjalan jauh keluar kadipaten.
Ia mengecam kepada pemerintah kolonial Belanda karena pengalaman hidupnya yang serba dibatasi oleh kontrol pemerintah, melarangnya untuk mempelajari Islam lebih jauh lagi.
"Namun, setelah pertemuannya dengan Kiai Sholeh Darat, Kartini mengalami transformasi spiritual khususnya tentang pendidikan dan kedudukan perempuan dalam Islam," jelasnya.
Baca Juga: Misteri Hilangnya Lukisan Karya Kartini Saat Pusaran Geger 1965
Baca Juga: Mengenal Sisi Lain Kartini Lewat 'Kotak Jahit' dan Surat-Surat yang Hilang
Baca Juga: Kartini dan Kegembiraan yang Meluap Akan Pendidikan
Source | : | Indonesian Historical Studies |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR