Ekonomi sirkular adalah pendekatan untuk semua kegiatan untuk meminimalkan penggunaan sumber daya, dan timbunan limbah. Konsep ini melibatkan semua pihak dari produksi hingga konsumsi, termasuk tempat pengelolaan sampah seperti bank sampah.
"Kalau kita melihat business as usual, untuk sampah itu dibuang ke TPA—kumpul, angkut, buang," kata Rosa Vivien Ratnawati, Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah Limbah dan Bahan Beracun dan Berbahaya (PSLB3) KLHK, dalam laporan National Geographic Indonesia sebelumnya.
Baca Juga: Aspire Vero National Geographic Edition, Laptop Ramah Lingkungan dari Acer untuk Kelestarian Bumi
Baca Juga: Acer Aspire Vero, Laptop Ramah Lingkungan dari Plastik Daur Ulang
Baca Juga: Ekonomi Sirkular: Siasat Mewajibkan Limbah Didaur Ulang di Segala Lini
Baca Juga: Peta Ini Ungkap Lewat Titik Mana Saja Limbah Manusia Memasuki Lautan
"Kalau kita lihat ekonomi sirkular, itu juga menjadi salah satu tools untuk implementasi pembangunan rendah karbon. Karena, prinsip utamanya mengurangi limbah dan polusi, penggunaan material selama mungkin."
Di Indonesia, penerapan ekonomi sirkular diterapkan dalam Permen-LHK P.75 tahun 2019. Tetapi, penerapannya masih sulit di banyak daerah karena terhalang sumber pendanaan.
Pada penelitian terbaru ini, tim berencana untuk meningkatkan produksi enzim ini untuk penerapannya pada industri dan lingkungan. Para peneliti juga mencari sejumlah cara agar mengeluarkan enzim ke lapangan untuk membersihkan lokasi yang tercemar.
"Ketika mempertimbangkan aplikasi pembersihan lingkungan, Anda memerlukan enzim yang dapat bekerja di lingkungan pada suhu sekitar," kata Alper. "Persyaratan ini adalah di mana teknologi kita memiliki keuntungan besar di masa depan."
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR