Nationalgeographic.co.id - Di sebuah pemukiman kecil, jauh di dalam hutan hujan Amazon, persiapan penuh warna sedang berlangsung untuk acara yang sangat penting.
Di desa Puerto Esperanza, yang diterjemahkan sebagai ‘Pelabuhan Harapan,’ Anda dapat menemukan suku Ticuna. Mereka adalah orang-orang yang luar biasa artistik. Terkenal akan budayanya yang kaya dan tradisi kuno.
Ticuna berasal dari Brasil, Kolombia, dan Peru. Mereka adalah suku yang memiliki populasi terbanyak di Amazon Brasil. Mereka juga disebut sebagai Magüta, Tucuna, atau Tikuna.
“Awalnya suku ini tinggal di daerah yang dikelilingi daratan, sangat jauh dari perairan,” tutur Belinda Mallasasime. Kondisi ini membatasi suku Ticuna untuk memperbesar wilayah pantai karena dikelilingi oleh suku lain.
Keterbatasan akses ke saluran air membuat mereka unik dilihat dari sisi budaya dan genetik. Ini membuat mereka harus mempraktikkan endogami atau pernikahan antarsuku.
Medan di sekitar tempat tinggal mereka juga membantu suku ini melawan penyakit dan kekerasan akibat dampak kolonialisme. Di masa perang antara penjajah dan suku lain di sekitarnya, Ticuna mencari hiburan di pulau-pulau dan wilayah pesisir.
Salah satu tradisi yang paling menonjol dan dijunjung tinggi oleh suku Ticuna adalah upacara Pelazón. Ritual kedewasaan untuk gadis-gadis muda ini menandai saat mereka memasuki masa dewasa. Setelah setahun penuh terisolasi, gadis-gadis itu akan diterima kembali ke suku sebagai wanita dewasa.
Suku Ticuna
Pakaian tradisional masyarakat Ticuna terbuat dari kulit pohon. Meskipun kini suku Ticuna sudah mengadopsi pakaian barat, mereka masih mengenakan pakaian tradisional selama upacara.
“Saat wisatawan datang berkunjung, pakaian tradisional juga ditampilkan,” tambah Mallasasime.
Bahasa Ticuna yang digunakan dalam percakapan sehari-hari ditulis dalam aksara Latin. Ada dua agama besar dalam suku tersebut yaitu Shamanisme dan Kristen.
Salam Shamanisme, dukun melihat Ta'e sebagai dewa pencipta yang menjaga dan menentukan urusan manusia di bumi. Sementara Yo'i dan Ip adalah pahlawan mitos yang melawan setan. Akan tetapi dengan hadirnya agama Kristen, kebanyakan dari mereka berpindah agama.
Source | : | matadornetwork.com,History of Yesterday |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR