Nationalgeographic.co.id—Bukan hal yang aneh bagi orang Romawi kuno untuk melakukan perjalanan jarak jauh di seluruh Eropa. Sebenarnya selama kekaisaran, Romawi memiliki jaringan jalan yang luar biasa. Jaringan jalan ini membentang dari Inggris utara sampai ke Mesir selatan.
Pada puncaknya, jaringan jalan berbatu kekaisaran mencapai 85.000 kilometer! Jalan Romawi sangat canggih. Ini adalah jalan yang paling diandalkan di Eropa selama berabad-abad setelah runtuhnya Kekaisaran Romawi.
Jalan Romawi kuno bahkan lebih dapat diandalkan daripada jalan modern. Mengingat sudah berapa lama jalan itu dibangun dan betapa sedikit perawatan yang dibutuhkan.
Perjalanan melalui jalan darat
“Tidak seperti hari ini, perjalanan melalui darat cukup lambat dan melelahkan,” ungkap Victor Labate dilansir dari laman Ancient Origins.
Misalnya, perjalanan dari Roma ke Napoli akan memakan waktu lebih dari enam hari di zaman Romawi menurut ORBIS. Sebagai perbandingan, hanya dibutuhkan sekitar dua jam 20 menit berkendara dari Roma ke Napoli hari ini.
Orang-orang Romawi akan bepergian dengan raeda, kereta dengan empat roda besi yang berisik. Kereta ini memiliki banyak bangku kayu untuk penumpang di dalamnya, dengan atau tanpa penutup di atasnya. “Biasanya raeda ditarik oleh empat ekor kuda,” Labate menambahkan.
Raeda setara dengan bus hari ini dan hukum Romawi membatasi jumlah bagasi yang dapat dibawa hingga 1.000 libra atau sekitar 300 kilogram.
Lain halnya dengan orang Romawi yang kaya raya. Mereka melakukan perjalanan dengan menggunakan carpentum. Ini merupakan ‘limusin’ bagi orang kaya Romawi.
Carpentum ditarik oleh banyak kuda, memiliki empat roda, atap kayu melengkung. Kursi empuk membuat Anda merasa nyaman selama di perjalanan.
Bangsa Romawi juga kendaraan yang mirip truk di zaman modern, plaustrum. Plaustrum dapat membawa beban berat, memiliki papan kayu dengan empat roda tebal dan ditarik oleh dua ekor lembu. Kendaraan ini sangat lambat dan hanya dapat melakukan perjalanan sekitar 15 hingga 25 kilometer per hari.
Cara tercepat untuk melakukan perjalanan dari Roma ke Napoli adalah dengan estafet kuda atau cursus publicus. Moda transportasi ini seperti layanan pos yang dikelola negara dan digunakan untuk mengangkut pejabat. Untuk menggunakan transportasi ini, dibutuhkan sertifikat yang dikeluarkan oleh kaisar.
Serangkaian stasiun dengan kuda yang segar dan cepat dibangun dengan interval pendek yang teratur (sekitar 12 kilometer) di sepanjang sistem jalan utama. Perkiraan seberapa cepat seseorang dapat melakukan perjalanan menggunakan cursus publicus bervariasi.
Sebuah studi oleh A.M. Ramsey dalam "Kecepatan Pos Kekaisaran Romawi" memperkirakan bahwa perjalanan dilakukan dengan kecepatan 66 - 103 kilometer per hari. Oleh karena itu, perjalanan dari Roma ke Napoli akan memakan waktu kurang lebih dua hari menggunakan layanan ini.
Karena menggunakan roda besi, kereta Romawi menimbulkan banyak kebisingan. Itu sebabnya kereta dilarang di kota-kota besar Romawi dan sekitarnya pada siang hari. Kurangnya suspensi membuat perjalanan dengan kereta terasa tidak nyaman. Di beberapa rute, jalan bergelombang menambah ketidaknyamanannya.
Untungnya, jalan Romawi memiliki stasiun jalan yang disebut mansiones di mana orang Romawi kuno bisa beristirahat. Rumah-rumah mewah ini setara dengan tempat istirahat di tol saat ini. Di tempat ini, orang Romawi bisa minum, makan, dan tidur.
Mansiones dibangun oleh pemerintah tiap jarak 25 hingga 30 kilometer. Sayangnya, pelacur dan pencuri berkeliaran di sekitar rumah peristirahatan ini. Jalan raya utama Romawi juga memiliki jalan tol. Tol ini sering terletak di jembatan atau di gerbang kota.
Perjalanan melalui sungai dan laut
Tidak ada kapal penumpang atau kapal pesiar di zaman Romawi kuno. Namun ada turis saat itu. Orang Romawi yang kaya suka bepergian untuk mengunjungi tempat dan teman-teman baru.
Namun untuk mengunjungi tempat di luar Romawi, pertama-tama mereka harus menemukan kapal dagang. Kemudian mendapatkan persetujuan kapten dan menegosiasikan harga dengannya.
Ada sejumlah besar kapal dagang yang menempuh rute reguler di Mediterania. Menemukan kapal yang melakukan perjalanan ke tujuan tertentu pada waktu dan tanggal tertentu tidaklah sulit.
Penumpang itu akan menempati geladak kapal dan kadang-kadang akan ada ratusan orang di geladak. Mereka membawa persediaan sendiri ke kapal termasuk makanan, permainan, selimut, kasur, atau bahkan tenda untuk tidur.
Baca Juga: Melihat Kediaman Kaisar Hadrian yang Luasnya Melebihi Kota Pompeii
Baca Juga: Benarkah Orang Romawi Kuno Mencapai Amerika sebelum Columbus?
Baca Juga: Lima Metode Eksekusi Mati yang Paling Mengerikan di Era Romawi
Baca Juga: Isyarat Jari Peninggalan Romawi Kuno yang Masih Kita Gunakan
“Beberapa kapal dagang memiliki kabin di buritan yang hanya dapat menampung orang Romawi terkaya,” Labate juga menambahkan. Perlu dicatat bahwa orang Romawi yang sangat kaya dapat memiliki kapal mereka sendiri. Sama seperti orang kaya yang memiliki kapal pesiar besar saat ini.
Bepergian dengan kapal tidak terlalu lambat, bahkan dibandingkan dengan standar modern. Misalnya, pergi dari Brindisium di Italia ke Patrae di Yunani akan memakan waktu lebih dari tiga hari. Orang Romawi juga dapat melakukan perjalanan dari Italia ke Mesir hanya dalam beberapa hari.
Perjalanan laut dihentikan selama empat bulan musim dingin di Mediterania. Ini disebut mare clausum. Lautnya terlalu kasar dan terlalu berbahaya bagi kapal komersial untuk berlayar. Oleh karena itu, bepergian melalui laut hampir tidak mungkin dilakukan selama musim dingin. Orang Romawi hanya dapat melakukan perjalanan melalui jalan darat.
Selain laut, sungai-sungai juga bisa digunakan untuk mengangkut barang dagangan dan penumpang, bahkan selama bulan-bulan musim dingin.
Bepergian pada zaman Romawi kuno pasti tidak senyaman sekarang. Namun, perjalanannya cukup mudah berkat jaringan jalan yang dikembangkan di Roma. Jaringan jalan ini dilengkapi dengan sistem stasiun jalan dan jalur kapal reguler di Mediterania. Semua ini mempermudah perjalanan mereka.
Source | : | Ancient Origins |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR