Nationalgeographic.co.id—Bangsa Belanda mulai memahami pentingnya menguasai bahasa Sunda, sejak diterbitkannya aturan Regeringsreglement van 1818 yang diterapkan pemerintah kolonial di abad ke-19.
Belum lagi, onderneming (perkebunan Belanda) yang merajai perekonomian Priangan, membutuhkan pegawai-pegawai Belanda yang cakap dalam berbahasa Sunda. Gagasan membuat buku belajar bahasa Sunda semakin menguat.
Atep Kurnia menulis bahwa "sejak paruh kedua abad ke-19, banyak pula kalangan misionaris yang terlibat dalam pengkajian bahasa Sunda."
Ia menulis dalam jurnal Lopian: Jurnal Pengetahuan Lokal berjudul "Het Soendaneesch Vereischte: Bahasa Sunda bagi para Pegawai Perkebunan di Priangan, 1890-1928" yang terbit pada tahun 2021.
Salah satu figur Belanda yang rajin mempelajari bahasa Sunda ialah Andries de Wilde. Ia merupakan tuan tanah di Sukabumi yang memahami pentingnya bahasa Sunda. Tujuannya, untuk memudahkan interaksi dengan penggarap dan petani lokal di sana.
Hasratnya mendalami bahasa Sunda, terwujud tatkala ia mampu menyusun buku panduan belajar bahasa Sunda. Bukunya berjudul Nederduitsch-Maleisch en Soendasch Woordenboek: benevens Twee Stukken tot Oefening in Het Soendasch yang terbit 1841.
Taco Roorda (1801-1874) yang memberi pengantar pada kamus buatan Wilde, menggambarkan kreativitas Wilde dalam penyusunan senarai kata dalam bahasa Sunda.
Menurut Roorda, sejak 1808 diangkat sebagai pengawas budidaya kopi di Priangan, Wilde mempelajari bahasa dan aksara orang Priangan, juga adat-istiadatnya.
Menurut Hawe Setiawan dalam tulisan Atep, Wilde juga menghimpun anak muda dan mengajar mereka baca-tulis bahasa Sunda dan Melayu dengan aksara Latin dan Jawa.
Setelah kembali ke Eropa, Wilde didorong oleh J.F.C. Gericke untuk menerbitkan daftar kata dalam bahasa Sunda yang berhasil dirumuskannya.
"Karya Wilde sangat penting bagi perkembangan pengetahuan (orang Eropa) mengenai Bahasa Sunda dan Melayu," tambahnya.
Setelah Wilde, muncul juga bangsa Eropa lain yang sibuk menyusun buku panduan belajar bahasa Sunda. Dialah Jonathan Rigg dan Holle Rigg yang merupakan tuan tanah di kawasan Buitenzorg Selatan (Bogor Selatan).
Kemunculan Rigg sebagai penyusun kamus Inggris-Sunda, adalah adanya sayembara yang menginginkan susunan baru pedoman belajar bahasa Sunda yang lebih baik dari karya Andries de Wilde.
Baca Juga: Kesadaran Pemerintah Kolonial Hindia Belanda untuk Melestarikan Hutan
Baca Juga: Kisah Perbudakan Rasis di Perkebunan Medan Pada Era Penjajahan Belanda
Baca Juga: Ketika Orang-Orang Belanda Minum Air Bekas Mandi Warga Batavia
Rigg mulai mengumpulkan dokumen-dokumen penting untuk mendapatkan data kajian linguistik dari bahasa Sunda. Digunakanlah Paririmbuan-ketjap karya Bupati Cianjur, R.A. Kusumaningrat.
"Selain itu, Rigg juga diuntungkan oleh hubungan serta pergaulan baiknya dengan Demang Jasinga, Raden Nata Wireja, yang luas pengetahuannya mengenai bahasa Sunda," sambung Atep.
Dari sanalah, muncul kamus A Dictionary of the Sunda Language of Java yang terbit pada tahun 1862. Kamus ini merupakan kamus berbahasa Sunda-Inggris pertama.
Dari ranah para tuan tanah, muncul para misionaris yang mulai mempelajari dan menyusun kitab injil berbahasa Sunda.
Para misionaris itu ialah J.R.F.Gonggrijp (1827-1909), A. Geerdink (1829-1878), G.J. Grashuis (1835-1920), W.H. Engelmann (1836-1868), S. Coolsma (1840-1926), dan H.J. Oosting (1842- 1915).
Di masa-masa berikutnya, Petel muncul sebagai penyusun kamus Belanda-Sunda untuk kepentingan perkebunan.
Buku panduan belajar bahasa Sunda bagi orang yang akan bekerja di perkebunan teh susunan Petel yang bertajuk Soendaneesche Samenspraken met Nederlandschen tekst ten dienste van Geëmployeerde in de Thee Cultuur (1912) ditulisnya saat dia bekerja sebagai administratur perkebunan Cigentur.
Dari upaya Petel, kamusnya digunakan sebagai tolok ukur bagi para Belanda yang akan melamar bekerja di perusahaan onderneming Priangan.
Source | : | Lopian: Jurnal Pengetahuan Lokal |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR