Nationalgeographic.co.id—Kini, para astronom mungkin telah mengerti mengapa planet Uranus dan Neptunus mempunyai banyak kesamaan, namun memiliki warna berbeda. Dengan menggunakan pengamatan teleskop Gemini Utara, Near-Infrared Integral Field Spectrometer (NIFS) NASA, dan Teleskop Luar Angkasa Hubble, mereka mengembangkan model atmosfer tunggal yang cocok dengan pengamatan kedua planet tersebut.
Model itu mengungkapkan bahwa kabut berlebih di Uranus menumpuk di atmosfer planet yang stagnan dan lamban serta membuatnya tampak lebih ringan daripada Neptunus.
Telah diketahui bahwa Neptunus dan Uranus memiliki banyak kesamaan. Keduanya memiliki massa, ukuran, dan komposisi atmosfer yang serupa, namun penampilan mereka sangat berbeda. Pada panjang gelombang yang terlihat, Neptunus memiliki warna yang lebih biru, sedangkan Uranus berwarna pucat telur asin. Para astronom kini memiliki penjelasan mengapa kedua planet ini memiliki warna yang berbeda.
Penelitian baru menunjukkan bahwa lapisan kabut pekat yang ada di kedua planet lebih tebal di Uranus daripada lapisan serupa di Neptunus dan 'memutihkan' penampilan Uranus lebih dari Neptunus. Jika tidak ada kabut di atmosfer Neptunus dan Uranus, keduanya akan tampak hampir sama birunya.
Kesimpulan ini berasal dari model yang dikembangkan oleh tim internasional yang dipimpin oleh Patrick Irwin, Profesor Fisika Planet di Universitas Oxford, untuk mendeskripsikan lapisan aerosol di atmosfer Neptunus dan Uranus.
Dalam penyelidikan sebelumnya dari atmosfer atas planet-planet ini telah difokuskan pada penampilan atmosfer hanya pada panjang gelombang tertentu. Namun, model baru ini, yang terdiri atas beberapa lapisan atmosfer, cocok dengan pengamatan dari kedua planet di berbagai panjang gelombang. Model baru ini juga mencakup partikel kabut di dalam lapisan yang lebih dalam yang sebelumnya dianggap hanya mengandung awan es metana dan hidrogen sulfida.
"Ini adalah model pertama yang secara bersamaan menyesuaikan pengamatan sinar matahari yang dipantulkan dari ultraviolet ke panjang gelombang inframerah-dekat," jelas Irwin, yang merupakan penulis utama makalah dan menerbtkan hasil kajiannya di Journal of Geophysical Research: Planets pada 23 Mei 2022 dengan judul Hazy blue worlds: A holistic aerosol model for Uranus and Neptune, including Dark Spots. "Ini juga yang pertama menjelaskan perbedaan warna yang terlihat antara Uranus dan Neptunus."
Model tim terdiri dari tiga lapisan aerosol pada ketinggian yang berbeda. Lapisan kunci yang memengaruhi warna adalah lapisan tengah, yang merupakan lapisan partikel kabut (disebut dalam makalah sebagai lapisan Aerosol-2) yang lebih tebal di Uranus daripada di Neptunus.
Tim menduga bahwa, di kedua planet, es metana mengembun ke partikel di lapisan ini, menarik partikel lebih dalam ke atmosfer dalam hujan salju metana. Karena Neptunus memiliki atmosfer yang lebih aktif dan bergejolak daripada Uranus, maka tim yakin atmosfer Neptunus lebih efisien dalam mengaduk partikel metana ke dalam lapisan kabut dan menghasilkan salju ini. Ini menghilangkan lebih banyak kabut dan membuat lapisan kabut Neptunus lebih tipis daripada di Uranus, yang berarti warna biru Neptunus terlihat lebih kuat.
"Kami berharap mengembangkan model ini akan membantu kami memahami awan dan kabut di atmosfer raksasa es," komentar Mike Wong, astronom di University of California, Berkeley, dan anggota tim di balik hasil ini. "Menjelaskan perbedaan warna antara Uranus dan Neptunus adalah bonus yang tak terduga!" ujarnya.
Baca Juga: Mengungkap Suhu di Atmosfer Neptunus, Lebih Dingin Dari yang Kita Duga
Baca Juga: Studi Terbaru Ungkap Kejutan Pemanasan Global pada Planet Neptunus
Baca Juga: Gambar dari Teleskop Luar Angkasa Ungkap Cuaca di Uranus dan Neptunus
Baca Juga: 'Teleskop Gravitasi' Memperbesar Planet Ekstrasurya Hingga 1.000 Kali
Untuk membuat model ini, tim Irwin menganalisis serangkaian pengamatan planet-planet yang mencakup panjang gelombang ultraviolet, tampak, dan inframerah-dekat (dari 0,3 hingga 2,5 mikrometer). Informasi ini diambil dengan bantuan instrumen Near-Infrared Integral Field Spectrometer (NIFS) pada teleskop Gemini North dekat puncak Maunakea di Hawai'i, dan teleskop Hubble.
Proyek ini merupakan bagian dari Observatorium Gemini internasional, Program NOIRLab NSF. Instrumen NIFS pada Gemini Utara sangat penting untuk hasil ini karena mampu memberikan spektrum untuk setiap titik dalam bidang pandangnya.
"Observatorium Gemini terus memberikan wawasan baru tentang sifat tetangga planet kita," kata Martin Still, Program Officer Gemini di National Science Foundation. "Dalam percobaan ini, Gemini Utara menyediakan komponen dalam rangkaian fasilitas berbasis darat dan luar angkasa yang penting untuk deteksi dan karakterisasi kabut atmosfer."
Model ini juga membantu menjelaskan bintik-bintik gelap yang kadang-kadang terlihat di Neptunus dan lebih jarang terdeteksi di Uranus. Para astronom sudah menyadari keberadaan bintik-bintik gelap di atmosfer kedua planet ini. Namun, mereka masih belum menemukan jawaban: Lapisan aerosol mana yang menyebabkan bintik-bintik gelap tersebut atau mengapa aerosol di lapisan-lapisan itu kurang reflektif?
Source | : | Space.com |
Penulis | : | Wawan Setiawan |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR