Nationalgeographic.co.id—Penelitian baru dari University of Ottawa dan Norwegian Institute of Public Health, Oslo, Norwegia mengungkapkan bahwa remaja transgender dan non biner berisiko sangat tinggi melakukan bunuh diri dan upaya bunuh diri. Penelitian adalah sedikit dari studi risiko bunuh diri yang hampir tidak pernah dipelajari dengan baik pada remaja transgender dan non-biner.
Untuk diketahui, transgender adalah orang yang merasa identitas gendernya berbeda dengan jenis kelamin yang ia bawa ketika lahir. Sedangkan gender non biner adalah orang yang secara tak ekslusif mengasosiasikan gendernya.
Kedua minoritas seksual itu, menurut penelitian ini berisiko 5 kali lebih tinggi berisiko bunuh diri dibanding remaja cisgender lainnya. Cisgender adalah orang yang memiliki persepsi gender sesuai dengan jenis kelamin yang dibawanya dari lahir.
Oleh karena itu, menurut penelitian ini diperluakan kesadaran publik untuk intervensi terhadap remaja transgender dan non biner tersebut. Laporan penelitian tersebut telah dipublikasikan di jurnal CMAJ (Canadian Medical Association Journal) dengan judul "Suicidality among sexual minority and transgender adolescents: a nationally representative population-based study of youth in Canada" pada 6 Juni 2022.
Untuk diketahui, pada penelitian ini para peneliti menganalisis data dari Survei Kesehatan Nasional Kanada pada Anak dan Remaja tahun 2019. Bunuh diri adalah penyebab kematian kedua pada remaja dan dewasa muda berusia 15-24 tahun di Kanada.
Ian Colman, seorang profesor di University of Ottawa dan Norwegian Institute of Public Health, Oslo dengan rekan penulis mengatakan remaja minoritas seksual juga berisiko lebih tinggi mengalami masalah kesehatan mental, ide (pemikiran) bunuh diri, dan upaya bunuh diri. Remaja minoritas seksual yang dimaksud adalah mereka yang tertarik pada jenis kelamin yang sama atau beberapa jenis kelamin atau yang mengidentifikasi diri sebagai lesbian, gay, biseksual atau queer.
"Peralihan dari masa remaja ke masa dewasa adalah waktu yang sangat menegangkan bagi semua orang muda, tetapi terutama bagi remaja minoritas gender dan seksual," kata Ian Colman seperti dilansir eurekalert.
Para peneliti mempelajari sampel termasuk 6.800 remaja berusia 15-17 tahun, yang sebagian besar (99,4 persen) adalah cisgender. Itu berarti mereka mengidentifikasi sebagai jenis kelamin mereka saat lahir, dan 0,6 persen adalah transgender, yang berarti mereka mengidentifikasi sebagai jenis kelamin yang berbeda dari yang mereka bawa sejak lahir.
Mayoritas (78,6 persen) responden adalah heteroseksual, 14,7 persen tertarik pada banyak jenis kelamin, 4,3 persen tidak yakin dengan ketertarikan mereka, 1,6 persen adalah anak perempuan yang tertarik pada anak perempuan, dan 0,8 persen adalah anak laki-laki yang tertarik pada anak laki-laki.
Secara keseluruhan, 14 persen remaja mengalami ide bunuh diri dalam tahun sebelumnya. Kemudian 6,8 persen sebelumnya pernah mencoba bunuh diri. Remaja transgender 5 kali lebih mungkin untuk berpikir tentang bunuh diri dan 7,6 kali lebih mungkin untuk pernah mencoba bunuh diri daripada remaja cisgender.
"Temuan yang benar-benar mengkhawatirkan adalah bahwa lebih dari separuh remaja transgender dilaporkan serius mempertimbangkan bunuh diri dalam 12 bulan sebelumnya. Ini adalah krisis, dan ini menunjukkan betapa banyak yang harus dilakukan untuk mendukung remaja transgender," kata rekan penulis Fae. Johnstone, direktur eksekutif, Wisdom2Action, yang juga seorang wanita trans.
Para peneliti juga menemukan bahwa proporsi remaja yang melaporkan beberapa tingkat ketertarikan pada lebih dari satu jenis kelamin jauh lebih tinggi daripada yang dilaporkan dalam penelitian sebelumnya. Ini mungkin karena survei ini menilai ketertarikan pada jenis kelamin yang berbeda daripada identitas seksual yang dilaporkan sendiri, atau mungkin mencerminkan berkurangnya stigma seputar biseksualitas.
Khususnya, kelompok ini dua kali lebih mungkin berpikir untuk bunuh diri. Secara keseluruhan, 4,3 persen remaja melaporkan tidak yakin dengan ketertarikan seksual mereka, yang dikenal sebagai "mempertanyakan".
"Mengingat bahwa eksplorasi hubungan romantis dan seksual adalah tugas perkembangan utama remaja, mungkin tidak mengejutkan bahwa banyak yang mulai mempertanyakan ketertarikan dan orientasi seksual selama masa ini," kata penulis utama Dr. Mila Kingsbury, University of Ottawa.
Hubungan antara bunuh diri dan menjadi minoritas seksual atau gender sebagian disebabkan oleh perundungan atau perundungan daring yang dialami oleh remaja tersebut. Temuan penelitian ini serupa dengan satu-satunya penelitian perwakilan nasional lainnya tentang topik tersebut, yang melaporkan peningkatan risiko upaya bunuh diri lima kali lipat di antara remaja transgender di Selandia Baru.
Menurut peneliti, diperlukan program pencegahan bunuh diri yang secara khusus ditargetkan untuk remaja transgender, non-biner dan minoritas seksual. "Mengingat bahwa asosiasi ini sebagian dimediasi melalui pengalaman perundungan," kata Johnstone.
Source | : | Canadian Medical Association Journal,Eurekalert |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR