"Fenomena banjir pada tahun 1908 ini tergolong unik karena sungai-sungai besar di wilayah Pemalang, Tegal, dan Brebes meluap dalam waktu bersamaan," lanjutnya.
Pada Februari 1918, luapan Sungai Rambut merendam daratan Suradadi dan Pemalang. Diberitakan dalam surat kabar sezaman bahwa daerah itu terlihat seperti laut, banyak rumah hancur, penduduk melarikan diri ke tempat yang lebih tinggi, dan jalur trem rusak parah.
Jika melihat daerah terdampak banjir Sungai Rambut, maka seringkali terjadi di daerah yang berdekatan dengan hilir sungai tersebut, berdekatan dengan Laut Jawa. Seluas mata memandang, akan terlihat seperti hamparan laut.
Baca Juga: Seribu Sapi Ditumbalkan Tarumanegara demi Cegah Banjir Jakarta
Baca Juga: Kabar Cuaca: Waspada, Bencana Alam Terjadi di Berbagai Belahan Dunia
Baca Juga: Kiat Siaga Bencana Banjir dari National Geographic untuk Indonesia
Pada tahun 1930, dikeluarkan anggaran f. 18.756 (gulden) oleh pemerintah kolonial di Karesidenan Pekalongan, di mana Regent Pemalang menginisiasi untuk melakukan pembenahan kota yang porak poranda usai bencana.
Kesadaran pemerintah kolonial terhadap bencana banjir di Pemalang juga terlihat pada tahun 1937. Mereka mengeluarkan anggaran sebanyak f. 3.000 untuk memperbaiki Bendung Nambo yang rusak akibat terjangan banjir.
Perbaikan dimulai pada akhir musim kemarau, waktu yang sangat singkat untuk perbaikan karena musim hujan segera tiba. Hal itu memaksa para buruh untuk bekerja ekstra pada malam harinya.
Source | : | Prosiding Balai Arkeologi Jawa Barat |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR