Secara umum, pernikahan di dunia kuno dipandang sebagai urusan pribadi antara dua keluarga. Pernikahan juga sering digunakan untuk bernegosiasi, menjalin aliansi, dan mendapatkan kekuasaan. Akibatnya, negara tidak ikut campur secara langsung dalam pengaturan dan bahkan bersedia mengabaikan serikat insestum tertentu.
Umumnya, inses dianggap sebagai tindakan jahat
“Meski diperbolehkan secara hukum, masyarakat memandang inses sebagai hal yang negatif,” ungkap Mia Forbes dilansir dari laman The Collector.
Hubungan seksual antara orang tua dan anak dikutuk secara luas. Dicontohkan oleh Oedipus, inses seringkali merusak reputasi seseorang. Orang zaman kuno memiliki firasat bahwa keturunan dari dua kerabat kemungkinan akan memiliki kelemahan.
Untuk alasan ini, Socrates mengutuk hubungan antara orang tua dan anak, meskipun ia mengutip bahwa perbedaan usia sebagai penyebab utama kekhawatiran.
Ada juga yang setuju bahwa inses dilarang oleh hukum para dewa yang tak terucapkan. Plato berpendapat bahwa perempuan cantik dilindungi dari nafsu anak laki-laki, saudara laki-laki atau ayah mereka oleh 'hukum tidak tertulis'.
Dengan beberapa pengecualian penting, inses dianggap sangat salah sehingga negara bahkan tidak perlu membuat undang-undang yang melarangnya.
Inses dipandang sebagai hal yang membedakan antara orang beradab dan barbar
Tulisan sejarawan abad keenam Sebelum Masehi, Herodotus, membedakan antara beradab dan barbar. Menurutnya, dunia barat dianggap beradab dan berbudi luhur dan budaya barbar berlaku di timur.
Baik Romawi maupun Yunani menganggap wilayah mereka sendiri jauh lebih unggul daripada wilayah sekitarnya. Ketika Romawi mulai memperluas wilayah kekuasaanya, hubungannya dengan Mesir makin kompleks. Dengan tanahnya yang subur, Mesir menjadi ‘lumbung’ Romawi.
Namun dinasti Ptolemeus yang kuat memegang peranan penting dalam ekspansi Romawi itu. Keluarga Ptolemy terkenal mempraktekkan inses dalam bentuk pernikahan saudara kandung. Cleopatra menikah dengan saudara laki-lakinya sendiri.
Source | : | The Collector |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR