Terkait alasan punahnya spesies buaya ini, Brochu memperkirakan, perubahan iklim menyebabkan berkurangnya curah hujan di wilayah tersebut. Penurunan curah hujan menyebabkan mundurnya hutan secara bertahap, yang menghasilkan padang rumput dan hutan sabana campuran.
Baca Juga: Temuan Tulang Dinosaurus Dari Dalam Perut Buaya Purba di Australia
Baca Juga: Mambawakale ruhuhu, Buaya Purba Berusia 240 Juta Tahun dari Tanzania
Baca Juga: Buaya Menjadi Hewan Ditakuti dan Dipuja di Mesir Kuno, Apa Alasannya?
Baca Juga: Buaya Darat? Buaya Purba Ini Berjalan dengan Dua Kaki Seperti Manusia
Perubahan lanskap mempengaruhi Kinyang, yang menurut para peneliti mungkin lebih menyukai daerah berhutan untuk berburu dan bersarang. "Buaya kerdil modern ditemukan secara eksklusif di lahan basah berhutan," kata Brochu, yang telah mempelajari buaya purba dan modern selama lebih dari tiga dekade.
"Hilangnya habitat mungkin telah mendorong perubahan besar pada buaya yang ditemukan di daerah tersebut."
"Perubahan lingkungan yang sama ini telah dikaitkan dengan munculnya primata berkaki dua yang lebih besar yang memunculkan manusia modern," tambah Brochu.
Brochu mengakui apa yang menyebabkan Kinyang mati membutuhkan pengujian lebih lanjut. Hal itu karena para peneliti tidak dapat menentukan dengan tepat kapan hewan tersebut punah.
Juga, ada celah dalam catatan fosil antara Kinyang dan garis keturunan buaya lainnya yang muncul ke tempat kejadian mulai sekitar 7 juta tahun yang lalu. Termasuk di antaranya pendatang baru termasuk kerabat buaya Nil yang saat ini ditemukan di Kenya.
Source | : | The Anatomical Record,University of Iowa |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR