"Bagi mereka berdua, ibadah haji adalah jalan untuk menuju keberkahan hidup dan meningkatkan status sosial di masyarakat," tulis peneliti.
Dijelaskan, ketika doa mereka di depan Ka’bah, yaitu agar diberi kelancaran dan kemudahan dalam mencari rizki dan agar ibunya yang sakit polip disembuhkan, dikabulkan. Sedangkan usaha yang mereka jalankan semakin maju sehingga perekonomian mereka semakin meningkat dan penyakit polip ibunya sembuh, maka yang muncul kemudian adalah keinginan untuk kembali ke tanah suci Makkah.
Tidak hanya itu, peneliti juga mencatat, bahwa status haji bagi para pedagang dianggap sebagai media untuk memberikan jaminan kepercayaan pada konsumennya.
"Pedagang yang telah berhaji akan dianggap lebih jujur dan lebih dapat dipercaya dari pada pedagang yang belum menjalankanibadah haji," tulis peneliti.
Baca Juga: Gerakan Perlawanan Haji Misbach: Islam Merah dan Komunis Hijau
Baca Juga: Cerita Para Jamaah Haji Perempuan Menyusuri Jalur Rempah ke Kota Suci
Baca Juga: Koin-Koin Arab Kuno Ungkap Aksi Keji Perompak Kapal Rombongan Haji
Baca Juga: Apa Saja Sukacita dan Nestapa Berhaji pada Zaman Hindia Belanda?
Menurut peneliti, papan nama yang menunjukan bahwa toko tersebut dimiliki nama haji dan hajjah, tidak sekedar pada informasi pemilik toko, tetapi juga menginformasikan kepada konsumen bahwa yang memiliki toko tersebut adalah seorang Haji atau Hajjah.
"Berdasarkan informasi dari para responden, sejak mereka melekatkan kata haji di depan nama mereka, pembeli yang datang ke toko mereka semakin banyak. Hal ini pula yang menyebabkan usaha mereka semakin maju," peneliti menjelaskan.
"Gelar haji di depan nama pemilik toko tidak hanya sekedar informasi nama pemilik toko, tapi juga sebagai garansi. Bahwa jika anda membeli pakaian di toko itu, maka Anda tidak akan diperdaya sebagai sering terjadi jika Anda membeli kepada mereka yang belum haji."
Perbedaan ekspresi-ekspresi, lanjut peneliti, dalam menjalankan ibadah haji merupakan manifestasi dari perbedaan pemahaman terhadap makna haji. Bahwa para haji pedagang sedikitnya memahami haji dalam empat makna berbeda, yaitu ibadah, keberkahan, status sosial dan jaminan kepercayaan.
Source | : | Jurnal Penelitian |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR