Nationalgeographic.co.id—Saya bukan pemain skateboard andal. Tidak semua trik dikuasai di atas papan kecil beroda empat. Kecintaan saya bermain olahraga ekstrem itu muncul sejak kanak-kanak, ketika saya sering bermain gim video dan menonton televisi tentang papan luncur.
Seiring waktu, setiap kali bermain di jalan atau taman skate (skatepark) di Tangerang dan Jakarta, ada beberapa hal yang menarik bagi saya.
Yakni, para pemain papan luncur (skateboarder) tidak segan bertegur sapa padahal olahraga individualis seperti ini terkesan menyombongkan kemampuan. Tidak kalah menarik, para pemain papan luncur juga sering membantu pemain lain saat terjatuh meski tidak saling kenal, atau sekadar mencegah papan pemain lain tertabrak keras benda sekitar.
Apa yang membuat papan luncur, sebagai olahraga ekstrem individu, bisa memiliki rasa kebersamaan? Mari kita tengok dari sejarah kemunculannya.
Mulanya, papan luncur mulai dikenal pada 1959. Saat itu masih buatan sendiri dengan roda sepatu roda tua (skate) yang ditempelkan pada papan. Setahun kemudian, muncullah produsen papan luncur yang memanfaatkan popularitas selancar. Inilah yang kemudian membuat papan luncur dikenal sebagai "selancar trotoar", karena seseorang bisa berselancar tanpa harus ke laut dan memburu ombak.
Taman skate pertama ada di Arizona yang berdiri pada 3 September 1965 dengan nama Surf City. Rintangannya terdiri dengan lereng miring, lereng ombak, dan rel. Wahana ini tidak hanya dinikmati dengan papan luncur, tetapi juga sepatu roda dan sepeda BMX.
Mengutip Britannica, pada dekade 1970-an, pengembangan roda poliuretan yang lebih cepat dan bermanuver muncul. Papan pun mengalami perubahan dengan kemunculan kicktail (bagian yang menanjak di ujung papan) pada ujung belakang dan depan. Kicktail memungkinkan papan bisa terangkat saat melakukan trik.
Sejak saat itulah, kegemaran papan luncur menyebar ke seluruh dunia lewat televisi dan majalah. Para atlet pun semakin dikenal seperti Tony Alva dan Stacey Peralta. Pada saat ini juga berkembang rintangan di dalam kolam yang dibuat jadi setengah tapal kuda berbentuk 'U'.
Pada 1980-an, papan luncur tren di kalangan bawah tanah. Para pemain papan luncur membangun jalur landai dan kolam setengah pipanya sendiri, terkadang juga di lingkungan perkotaan sehingga menciptakan gaya jalanan.
"Peningkatan ukuran papan dan peningkatan konstruksi truk (bagian penghubung dua roda), membantu gaya baru berkembang," terang atlet papan luncur profesional Tony Hawk di Britannica. "Selama waktu inilah subkultur anak muda yang khas mulai berkembang di sekitar olahraga. Punk rok dan pakaian longgar menjadi terkait erat dengan skater muda.
Seperti yang diterangkan Hawk, papan luncur dan punk terkait erat. Menurut Konstantin Butz, hubungan punk sebagai subkultur anak muda yang menentang masyarakat mapan dengan olahraga papan luncur karena ada "energi" yang sama.
Rahasia Mengontrol Populasi Nyamuk: Aedes aegypti Jantan Tuli Tidak Bisa Kawin!
Source | : | britannica,huckmag |
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR