Nationalgeographic.co.id—Menjadi kaisar merupakan tugas yang sangat berisiko. Salah mengambil langkah, kematian pun segera menghampiri. Kombinasi dari sistem republik yang gagal dan keterampilan politik serta militer membuat Augustus jadi kaisar yang sukses. Meski penuh risiko dan tidak mudah, banyak yang ingin berkuasa. Jadi perebutan kekuasaan bukan hal aneh di Kekaisaran Romawi. Salah satu yang paling terkenal adalah Tahun Empat Kaisar yang penuh gejolak di Romawi. Dalam satu tahun, bangsa Romawi memiliki empat kaisar!
Kematian Nero menjadi awal Tahun Empat Kaisar
Meski memulai pemerintahannya dengan baik, pada akhirnya Nero jadi kaisar yang sangat dibenci oleh warganya. Pemberontakan pun bermunculan, Servius Sulpicius Galba menyatakan diri sebagai kaisar. Selama waktu ini, Nero tampaknya terombang-ambing antara optimisme yang tidak disadari, ceroboh, dan keputusasaan. “Banyak politisi tingkat tinggi yang berpihak pada Galba,” ungkap Marian Vermeulen di laman The Collector.
Akhirnya, prefek Pengawal Praetorian Nero sendiri bergabung dengan pemberontakan dan Nero melarikan diri dari Roma dengan ketakutan.
Sementara kaisar meringkuk ketakutan di sebuah vila di luar kota, Senat menyatakannya sebagai musuh Romawi. Untuk menghindari penghinaan atas penangkapan dan eksekusi di depan orang banyak, Nero memutuskan untuk bunuh diri. Ia mati dengan tusukan pisau di tenggorokannya.
Nero tidak memiliki ahli waris yang pasti, otomatis kekaisaran tidak memiliki pemimpin. Kematian Nero memicu perebutan kekuasaan yang sangat besar. Sehingga akhirnya terjadi perang saudara yang mengarah ke Tahun Empat Kaisar di tahun 69 Masehi.
Galba, kaisar serakah dan kejam yang menggantikan Nero
Orang-orang berpangkat tinggi bergegas mengisi kekosongan, akhirnya memilih kaisar pertama mereka di Tahun Empat Kaisar. Sudah ditetapkan sebagai pemimpin pemberontakan dan ancaman yang kuat, Galba menerima dukungan dari Senat.
Sayangnya, Galba juga memiliki reputasi buruk yaitu serakah dan kejam. Kabar tentang reputasinya pun dengan cepat tersebar di Roma.
“Reputasinya telah dikonfirmasi di kota. Oleh karena itu, kedatangannya tidak begitu disambut seperti seharusnya,” tegas Suetonius, penulis sejarah Romawi.
Selama tujuh bulan menjabat, ia secara teratur mengeksekusi orang-orang terhormat tanpa pengadilan atas kecurigaan kecil. Galba juga menyita properti warga dan mengizinkan pengikutnya untuk menggunakan pajak dan kutukan sebagai bantuan politik.
Peneliti Ungkap Hubungan Tanaman dan Bahasa Abui yang Terancam Punah di Pulau Alor
Source | : | The Collector |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR