Baca Juga: Monster Gargoyle di Atas Katedral Notre Dame, Mengawasi Kota Paris
Baca Juga: Awas! Rambut Memutih Dalam Semalam Karena Sindrom Marie Antoinette
Baca Juga: Mengapa Bisa Ada Enam Juta Kerangka di Terowongan Bawah Tanah Paris?
Deflem mencatat bahwa, secara umum, budaya Jepang memiliki pandangan yang agak romantis tentang Barat, "terutama Eropa." Ini, menurut Deflem, sebagian besar tergantung pada bagaimana Paris direpresentasikan dalam film-film, seperti "Amélie" (Miramax Films, 2001), "Before Sunset" (Warner Independent Pictures, 2004) dan "An American in Paris" (Loew's Inc. , 1954). Ada pula buku-buku macam "A Night at the Majestic" (Faber and Faber, 2006), "The Ladies' Delight" (1883) dan "A Moveable Feast" (Scribner Classic, 1964) yang cenderung berfokus pada seni, budaya kopi, restoran kuno, dan percakapan yang ramah dan cerdas. Deflem menyarankan bahwa ekspektasi-ekspektasi ini "tidak realistis, terutama di Paris, yang tidak dikenal ramah."
Sebuah studi tahun 2014 yang dilakukan oleh Condé Nast Traveler menyebut Paris sebagai kota paling tidak ramah keempat di dunia. Sebuah studi tahun 2020 oleh majalah CEOWORLD juga memberi Paris gelar kota paling kasar di Eropa. Adapun survei tahun 2021 oleh InterNations, sebuah organisasi yang didedikasikan untuk membantu orang pindah, menyimpulkan bahwa Paris adalah kota paling tidak ramah ketiga di Eropa untuk ekspatriat.
Dalam budaya populer, "Paris disajikan dengan cara yang tidak mencerminkan realitas kota, terutama tidak aktual, ketika sebagian besar Paris bukan lagi Prancis kuno," kata Deflem.
Source | : | Live Science |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR