Baca Juga: Sepotong Rendang, Sekerat Cerita Abadi di Kedai Makan Padang
Baca Juga: Selidik Rijsttafel, Sajian Bersantap Kelas Atas di Hindia Belanda
Baca Juga: Tan Malaka, Bangsawan dari Tanah Minang yang 'Bunuh Diri Kelas'
Baca Juga: Video: Jangan Salah Sebut, Ini Perbedaan Nasi Kapau dan Nasi Padang
Berbeda dengan kawasan pesisir seperti di Padang. Reno memperkirakan kawasan pesisir, karena punya akses dengan dunia luar, bisa membawa bumbu dan rempah-rempah tambahan. Inilah yang populer dan sering disajikan di berbagai rumah makan Padang.
Selain itu penggunaan dagingnya berbeda. Kawasan pertanian seperti Batusangkar, mereka tidak menggunakan daging sapi atau kerbau untuk dijadikan rendang, melainkan belut. Rendang belut bahakan digunakan dalam upacara adat bagi masyarakat Batusangkar.
"Rendang itu adaptif," kata Reno. "Seperti pepatah yang dipegang orang Minang: di ma bumi dipijak di sinan langik dijunjuang—di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung."
"Kenapa kita menemukan justru rendang itik di nagari kapau, kalau kita lihat itu di Pasar Ateh itu justru rendang ayam dan rendang itik. Hal-hal itu membuat saya berpikir, rendang itu adaptif—mengikuti bagaimana orang itu berada," lanjutnya.
Pada sesi akhir, Reno mengatakan bahwa rendang dibanggakan oleh orang Minang dari pegunungan sampai pesisir. "Rendang adalah harga diri orang Minang!"
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR