Nationalgeographic.co.id—Orang dewasa yang didiagnosis dengan autisme dianggap mengalami kesulitan dalam mengenali emosi sosial. Namun penelitian baru menunjukan bahwa kita mungkin perlu merevisi gagasan tersebut yang selama ini telah diterima luas.
Menurut penelitian tersebut, orang dewasa dengan autisme hanya sedikit kurang akurat dalam membaca emosi wajah. Temuan tersebut jika dibandingkan dengan orang lain non-autistik.
Penelitian tersebut diterbitkan dalam dua laporan terpisah di jurnal internasional terkemuka Autism Research. Yang pertama dengan judul "Facing up to others' emotions: No evidence of autism‐related deficits in metacognitive awareness of emotion recognition."
Yang kedua, dengan judul "Speed and accuracy of emotion recognition in autistic adults: The role of stimulus type, response format, and emotion" dan keduanya merupakan jurnal akses terbuka yang dapat diperoleh secara daring.
Dijelaskan, ada persepsi umum bahwa individu dengan autisme, tidak mampu atau kesulitan dalam mengenali emosi orang lain. Mereka memiliki sedikit wawasan tentang seberapa efektif mereka melakukannya.
Tetapi penelitian baru ini, menemukan bahwa orang dewasa dengan autisme hanya sedikit kurang akurat dalam membaca emosi wajah orang. Kita mungkin perlu merevisi gagasan yang diterima secara luas tersebut menurut peneliti baru dari Flinders University ini.
Sebanyak 63 orang yang didiagnosis dengan autisme dan 67 orang dewasa non-autistik (dengan IQ berkisar antara 85 hingga 143) berpartisipasi dalam studi. Peserta mengambil bagian dalam sesi 3-5 jam yang membandingkan pengenalan mereka terhadap 12 ekspresi emosi wajah manusia seperti kemarahan dan kesedihan.
Marie Georgopoulos mengumpulkan berbagai data selama program PhD-nya, dengan analisis ulang selanjutnya oleh tim peneliti yang memberikan dasar untuk serangkaian artikel penelitian.
Hasilnya bisa berarti kesulitan sosial yang terkait dengan autisme. Hal itu sebenarnya dapat mencerminkan perbedaan yang hanya menjadi jelas dalam interaksi sosial tertentu atau skenario tekanan tinggi. Menantang perspektif bahwa orang dewasa autis tidak dapat membaca ekspresi emosi wajah secara memadai.
Rekan penulis studi dan Profesor Psikologi Emeritus Terhormat Matthew Flinders, Neil Brewer, mengatakan dengan menyebarkan beragam emosi, disajikan dalam berbagai cara yang berbeda. Penelitian ini menunjukkan bahwa individu autis, rata-rata, hanya sedikit kurang akurat tetapi pada saat yang sama agak lambat ketika mengklasifikasikan emosi orang lain.
"Temuan ini menantang gagasan bahwa orang dewasa dengan autisme lebih cenderung kesulitan oleh rangsangan emosional yang semakin dinamis atau kompleks dan mengalami kesulitan mengenali emosi tertentu."
Ada tumpang tindih yang cukup besar dalam kinerja antara kedua kelompok. Dengan hanya subkelompok yang sangat kecil dari individu autis yang tampil pada tingkat di bawah rekan-rekan non-autistik mereka.
Perbedaan antar kelompok konsisten terlepas dari bagaimana emosi disajikan. Sifat respons yang diperlukan, atau emosi tertentu yang dilihat.
Baca Juga: Data Pada 23 Juta Anak Tak Menunjukkan Hubungan Autisme dengan Vaksin MMR
Baca Juga: Temple Grandin, Ilmuwan Perempuan yang Ciptakan Alat Terapi Autis
Baca Juga: Alexithymia, Kondisi yang Membuat Seseorang Sulit Mengenali dan Menyampaikan Emosi
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa meskipun ada variabilitas yang cukup besar dalam hal wawasan individu, dalam interpretasi mereka tentang emosi orang lain, tidak ada bukti perbedaan antara sampel autis dan non-autistik.
Menurut peneliti, metodologi canggih yang digunakan dalam studi ini tidak hanya membantu menyempurnakan pemahaman kita tentang pemrosesan emosi pada autisme. Tetapi juga memberikan demonstrasi lebih lanjut tentang kemampuan individu autis yang sampai sekarang belum diakui.
"Kemajuan lebih lanjut, kemungkinan akan mengharuskan kita untuk memanfaatkan perilaku yang terkait dengan pengenalan emosi," kata peneliti.
"Dan reaksi terhadap emosi orang lain dalam interaksi kehidupan nyata atau mungkin dalam pengaturan realitas virtual."
Source | : | Flinders University News,Autism Research |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR