Baca Juga: Dari Stasiun Solo Balapan Sampai Istana, Menapaki Wangsa Mangkunegaran
Baca Juga: Prajurit Estri, Perempuan Perkasa yang Ditakuti Pemerintah Kolonial
"Titik bergeming sang gajah itu, menurut cerita orang-orang tua zaman dahulu, tepatnya berada di selatan Loji Sriwedari yang kini dikenal sebagai Taman Balekambang," terusnya.
Kemudian, setelah menetapkan patok-patok, berhentilah gajah sinuhun di sebuah lahan kosong yang kemudian didirikan Taman Sriwedari oleh Sinuhun Pakubuwana X dan bertahan hingga hari ini.
"Segera setelah lokasinya ditetapkan sebagai bakal taman raja (Sriwedari), orang-orang yang bermukim di situ diperintahkan untuk pindah," tambah sang koresponden Kajawèn.
Setelah dibangun pada 1899 dan dibuka untuk publik pada 1901, seiring waktu, panoramanya menjadi elok. Keelokannya bak surga di taman Sriwedari dalam Serat Arjunasasra.
"Lebih-lebih, di sana dilengkapi pula dengan museum berisi barang-barang kuno dan Jawa tulen, taman pustaka berisi buku-buku yang bebas dibaca, serta aneka fauna," pungkasnya.
Menurut Kajawèn, wujudnya pulau di tengah telaga sangat indah. Airnya jernih. Bunga tunjung berbunga menawan yang terapung-apung membuat telaga menjadi makin tampak indah. Barangsiapa yang berkunjung ke Sriwedari, sudah pasti terhiburlah perasaannya.
Simak kisah-kisah selidik sains dan gemuruh penjelajahan dari penjuru dunia yang hadir setiap bulan melalui majalah National Geographic Indonesia. Cara berlangganan via bit.ly/majalahnatgeo
Source | : | Kajawèn (28 Maret 1928) |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR