Nationalgeographic.co.id—Penelitian baru dari ahli paleontologi menemukan bahwa anggota Jeholornis adalah burung pemakan buah paling awal yang diketahui. Burung tersebut adalah genus burung purba yang hidup di tempat yang sekarang disebut Tiongkok sekitar 120 juta tahun yang lalu (Zaman Kapur Awal).
Para ahli dari Oxford University dan Linyi University memimpin penelitian tersebut. Laporan penelitian telah diterbitkan di jurnal akses terbuka eLife. Jurnal tersebut dapat diperoleh dengan judul "Earliest evidence for fruit consumption and potential seed dispersal by birds."
Dijelaskan, burung dan tumbuhan memiliki hubungan erat yang telah berkembang selama jutaan tahun. Burung menjadi beragam dan melimpah sekitar 135 juta tahun yang lalu. Tak lama kemudian, tanaman mulai mengembangkan jenis buah baru dan berbeda.
Saat ini, burung pemakan buah membantu tanaman berkembang biak dengan menyebarkan biji di kotorannya.
Ini menunjukkan bahwa burung dan tumbuhan telah berevolusi bersama, berubah bersama dari waktu ke waktu. Tetapi tidak jelas bagaimana hubungan mereka dimulai.
Satu kelompok burung yang mungkin memiliki jawaban adalah Jeholornis. Ahli paleontologi telah menemukan benih yang diawetkan di dalam sisa-sisa fosil Jeholornis.
Pertanyaannya adalah, bagaimana mereka bisa sampai di sana? Beberapa burung memakan biji secara langsung, memecahkannya atau menggilingnya di perut untuk mengekstrak nutrisi di dalamnya. Burung lain menelan biji ketika mereka makan buah.
Jika Jeholornis termasuk dalam kelompok kedua, itu bisa mewakili salah satu langkah awal dalam evolusi bersama tumbuhan-burung.
"Fosil Jeholornis pertama yang dideskripsikan pada tahun 2002 memiliki sisa-sisa tanaman yang tersebar di sekitarnya, mereka tampak seperti meledak keluar dari rongga perut," kata Jingmai O'Connor, kurator asosiasi fosil reptil di Field Museum seperti dilansir Sci News.
"Isi perut ini secara dangkal diidentifikasi sebagai biji, jadi orang berpendapat bahwa itu memakan biji. Lalu 17 tahun kemudian, ilmuwan lain menyarankan bahwa itu bukan hanya memakan biji, tetapi buah utuh, dan hanya biji yang diawetkan, karena lebih keras."
Dalam penelitian ini, para peneliti ingin mencari tahu, apakah burung ini memakan biji saja, atau memakan buah?
"Mengklarifikasi antara dua hipotesis ini penting karena konsumsi buah dapat menghasilkan mutualisme evolusi bersama, sedangkan konsumsi biji tidak," kata Han Hu, seorang peneliti di Oxford University dan University of New England.
"Memakan buah dan membuang biji yang belum dihancurkan dapat membantu tanaman menyebar dan berkembang, tetapi jika bijinya dihancurkan dan dicerna, itu tidak akan membantu tanaman."
Untuk memecahkan misteri ini, penulis penelitian memeriksa lusinan spesimen Jeholornis. Pemindaian salah satu spesimen yang paling terawetkan. Spesimen itu mengungkapkan bahwa tengkorak Jeholornis memiliki banyak ciri yang lebih mirip dinosaurus daripada burung modern.
Baca Juga: Dunia Hewan: Ikan Berprotein Antibeku Ini dari Habitat Es Greenland
Baca Juga: Dunia Hewan: Bukan karena Darah Rendah, Mengapa Kucing Takut Mentimun?
Baca Juga: Dunia Hewan: Dua Pelajar di AS Menemukan Dua Spesies Baru Kalajengking
Namun, tengkorak itu memang memiliki beberapa ciri di mulut dan paruhnya, seperti gigi yang berkurang, yang ada pada burung modern -fitur yang berpotensi mengisyaratkan pola makan 'modern' termasuk buah.
Setelah membandingkan tengkorak Jeholornis yang direkonstruksi ini -terutama rahang bawah dengan burung modern. Peneliti membandingkan termasuk spesies yang menggiling biji, spesies yang memecahkan biji, dan spesies yang memakan buah, membiarkan bijinya utuh, analisis mengesampingkan pemecahan biji.
"Namun, Anda sebenarnya tidak akan bisa membedakan diet yang berbeda selain dari bentuk rahang," kata O'Connor.
"Tetapi bagian lain dari fosil dapat memberikan petunjuk tambahan. Burung yang memakan biji-bijian memiliki gilingan lambung. Mereka menelan batu untuk membantu mereka menghancurkan makanan mereka."
Simak kisah-kisah selidik sains dan gemuruh penjelajahan dari penjuru dunia yang hadir setiap bulan melalui majalah National Geographic Indonesia. Cara berlangganan via bit.ly/majalahnatgeo
Kala Terbunuhnya De Bordes oleh Depresi, Jadi 'Sejarah Kecil' di Hindia Belanda
Source | : | Sci News,ELife |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR