Tim peneliti menggunakan bungkil biji minyak dari dua minyak nabati umum, minyak bunga matahari dan kacang tanah. Setelah mengekstraksi protein dari bungkil biji minyak, tim mengubahnya menjadi fibril amiloid protein berukuran nano, yang merupakan struktur seperti tali yang terbuat dari protein yang terlilit rapat.
Fibril protein ini menarik logam berat dan bertindak seperti saringan molekuler, menjebak ion logam berat saat mereka lewat. Satu kilogram tepung biji minyak menghasilkan sekitar 160 gram protein.
Penulis pertama makalah ini, mahasiswa PhD NTU, Soon Wei Long, mengatakan, dari situ protein dapat diekstraksi, diisolasi, dan dirakit sendiri menjadi fibril amiloid fungsional untuk logam berat.
Para peneliti menggabungkan fibril amiloid yang diekstraksi dengan karbon aktif, bahan filtrasi yang umum digunakan, untuk membentuk membran hibrida. Mereka menguji membran mereka pada tiga polutan logam berat umum, yakni platinum, kromium dan timbal.
Saat air yang terkontaminasi mengalir melalui membran, ion logam berat menempel pada permukaan fibril amiloid -sebuah proses yang disebut adsorpsi. Rasio permukaan ke volume yang tinggi dari fibril amiloid membuatnya efisien dalam menyerap sejumlah besar logam berat.
Tim menemukan bahwa membran mereka menyaring hingga 99,89 persen logam berat. Di antara tiga logam yang diuji, filter paling efektif untuk timbal dan platinum, diikuti oleh kromium.
"Filter ini dapat digunakan untuk menyaring segala jenis logam berat, dan juga polutan organik seperti PFAS (zat perfluoroalkyl dan polyfluoroalkyl), yang merupakan bahan kimia yang telah digunakan dalam berbagai produk konsumen dan industri," kata Prof Miserez.
"Fibril amiloid mengandung ikatan asam amino yang menjebak dan menjepit partikel logam berat di antara mereka sambil membiarkan air melewatinya."
Para peneliti mengatakan konsentrasi logam berat dalam air yang terkontaminasi akan menentukan berapa banyak volume air yang dapat disaring oleh membran.
Membran hibrida yang dibuat dengan amiloid protein bunga matahari hanya membutuhkan 16 kg protein untuk menyaring volume setara kolam renang berukuran Olimpiade yang terkontaminasi dengan 400 bagian per miliar (ppb) timbal menjadi air minum.
"Prosesnya mudah terukur karena kesederhanaannya dan penggunaan reagen kimia yang minimal, mengarah pada teknologi pengolahan air yang berkelanjutan dan berbiaya rendah," kata Soon.
Baca Juga: Analisis pada Sampah Ungkap Penduduk Pompeii pun Melakukan Daur Ulang
Source | : | Nanyang Technological University,Chemical Engineering Journal |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR