Nationalgeographic.co.id—Hiruk pikuk Batavia menarik langkah para pemuda untuk meneruskan pendidikan mereka. Sebagai ibu kota Hindia Belanda, Batavia telah menjadi kota yang sibuk di masanya.
Di sana juga muncul sebuah pergerakan pemuda yang memperjuangkan kemerdekaan bangsanya. Pergerakan pemuda-pemuda ini bermula dari sekolah kedokteran yang sohor di zamannya, School Tot Opleiding van Indlandsche Artsen (STOVIA). Sekolah ini menjadi perhimpunan segenap pelajar dari berbagai daerah di Hindia Belanda.
"Kebiasaan kehidupan berorganisasi di kampus telah memberikan pemahaman mendasar mereka tentang menjadi seorang pemimpin," tulis Yohana Tjangkung dalam skripsinya kepada Universitas Sanata Dharma berjudul Sejarah Pergerakan Organisasi Pemuda Jong Java Tahun 1915-1928 yang diterbitkan pada 2005.
Masuknya pemahaman nasionalisme dan kebangsaan telah mewarnai pemikiran pemuda dalam berorganisasi. Mereka mengarah kepada nasib bangsanya yang tertindas sebagai bangsa yang terjajah.
Pergumulan pemikiran ini pula yang melahirkan organisasi-organisasi pemuda kampus, seperti halnya Tri Koro Darmo. Organisasi ini didirikan pada 9 Maret 1915 di Batavia atas inisiatif para pemuda seperti Satiman, Kadarman, dan Sunardi.
Tri Koro Darmo merupakan "organisasi pemuda pertama di Indonesia," tulis Tri Karyanti dalam Majalah Ilmiah Informatika berjudul "Sumpah Pemuda dan Nasionalisme Indonesia" yang terbit pada 2010.
Tri Koro Darmo berarti Tiga Tujuan Mulia, yaitu Sakti, Budi, dan Bakti. Organisasi ini terdiri dari para pemuda yang berasal dari Jawa-Madura yang bersekolah di STOVIA.
Lewat sebuah kongres yang diselenggarakan di Surakarta pada 12 Juni 1918, mengubah nama organisasi Tri Koro Dharmo diganti menjadi Jong Java (Pemuda Jawa).
Perubahan itu membuat keanggotaannya terbuka bagi seluruh pemuda Jawa termasuk dari tataran Pasundan—yang sebelumnya hanya meliputi Jawa-Madura. Meskipun telah berganti nama, nuansa Jawa masih sangat terasa.
Namun dalam hal keanggotaan, Jong Java sudah lebih luas dibanding Tri Koro Dharmo. Alih-alih, berbicara tentang pemikiran nasionalisme yang sesungguhnya, nasionalisme pada saat itu masih ditaraf kedaerahan.
Berjalan beriringan, perkumpulan pemuda lainnya juga perlahan tumbuh. Muncul Jong Celebes, Jong Sumatranen Bond dan beberapa pergumulan pemuda lainnya. Dari sana, perlahan menipis rasa primordialisme yang ada, berubah menjadi keinginan berbaur secara sosial-politik.
Baca Juga: Sutan Muhammad Amin, Salah Satu Tokoh Sumpah Pemuda yang Berjasa
Baca Juga: Sejarah Lagu Indonesia Raya, Pertama Kali Dikumandangkan Pada Kongres Pemuda II
Baca Juga: Ketika Orang Arab dan Tionghoa Membuat Resah Pemerintah Kolonial
Pemahaman kolektif akan nasionalisme yang sesungguhnya pun mulai terbangun. Jati diri kebangsaan telah mengubah perasaan kedaerahan. Jong Java menjadi salah satu elemen yang aktif menyuarakan persatuan pemuda.
Puncaknya terjadi pada tahun 1926 di Surakarta, Jong Java menerbitkan surat perhimpunan yang bertujuan memajukan rasa persatuan para pemuda dari semua golongan bangsa Indonesia.
Azas persatuan inilah yang kemudian mendorong gelombang persatuan yang lebih besar lagi, hingga tercetuslah Kongres Pemuda I dan II yang diselenggarakan secara berkala.
Kongres Pemuda II yang dselenggarakan pada 27-28 Oktober 1928 ini memunculkan "Sumpah Pemuda" yang melejitkan semangat kolektif pemuda untuk memperjuangkan kemerdekaannya.
Source | : | Repository USD,Majalah Ilmiah Informatika |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR