Nationalgeographic.co.id - Banyak acara reality show di televisi ataupun konten vlog yang menunjukkan aksi bagi-bagi uang kepada orang-orang miskin. Terlepas apakah aksi ini bermotif komersial ataupun tulus, yang jelas perbuatan tersebut bisa membantuk orang-orang miskin, bahkan mungkin juga meningkatkan kebahagian mereka.
Hasil sebuah studi baru menunjukkan bahwa bantuan tunai dari orang-orang kaya kepada orang-orang miskin ternyata bisa meningkatkan kebahagian orang-orang miskin. Studi ini dikerjakan oleh tim peneliti di University of British Columbia yang bekerja sama dengan dua donor kaya.
Mereka menemukan bahwa mentransfer uang dari orang-orang kaya ke orang-orang miskin dapat meningkatkan tingkat kebahagiaan. Tingkat kebahagian ini dilaporkan langsung oleh orang-orang miskin yang menerima uang tersebut.
Laporan studi mereka telah terbit di jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences pada November 2022. Dalam makalah studi tersebut, tim peneliti menjelaskan eksperimen yang mereka lakukan yang melibatkan transfer uang dari orang-orang kaya ke orang-orang miskin di negara-negara kaya dan miskin.
Ada pepatah lama yang mengatakan "kebahagiaan tidak bisa dibeli". Namun itu mungkin tidak benar, setidaknya untuk orang-orang yang hidup di tingkat terendah masyarakat modern.
Baca Juga: Benarkah Uang Tidak Bisa Membeli Kebahagiaan? Begini Faktanya
Baca Juga: Memisahkan Rekening Bank dengan Pasangan Buat Hubungan Lebih Bahagia?
Baca Juga: Inilah Alasan Sains Mengapa Banyak Orang Bahagia dan Suka Bepergian
Selain itu, selama bertahun-tahun, orang-orang memperdebatkan dampak uang pada tingkat kebahagiaan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa orang-orang kaya tidak lebih bahagia dari orang-orang lain.
Namun yang terkadang diabaikan oleh penelitian-penelitian semacam itu adalah dampak peningkatan uang pada orang-orang miskin. Untuk mengukur dampak ini, para peneliti meminta bantuan dari dua donor kaya yang bersama-sama menyumbangkan 2 juta dolar AS atau sekitar Rp30,75 miliar untuk penelitian tersebut. Sebagian dari uang itu kemudian dibagikan kepada para subjek.
Dua ratus orang masing-masing diberi 10.000 dolar AS atau sekitar Rp154 juta dengan satu-satunya ketentuan bahwa mereka melaporkan setiap bulan setiap perubahan tingkat kebahagiaan yang mereka alami karena hadiah yang tiba-tiba itu. Masing-masing juga diminta mengisi laporan akhir enam bulan kemudian.
Mereka yang terpilih untuk menerima uang itu tinggal di negara-negara miskin seperti Kenya dan Indonesia, serta negara-negara kaya seperti AS, Kanada, dan Australia. Masing-masing penerima juga diminta menghabiskan seluruh hadiah tersebut dalam waktu tiga bulan.
Para peneliti juga meminta bantuan dari sekelompok orang kontrol dari negara-negara yang sama. Kelompok kontrol ini adalah dengan mereka yang tidak menerima uang tunai tersebut.
Dalam mempelajari laporan tersebut, sebagaimana dikutip dari Phys.org, para peneliti menemukan bahwa orang-orang yang hidup di bawah skala ekonomi melaporkan peningkatan kebahagiaan yang jauh lebih tinggi setelah menerima uang tunai daripada mereka yang hidup jauh lebih tinggi. Tingkat kebahagian mereka yang miskin, rata-rata, tiga kali lipat dibanding yang kaya.
Sebaliknya, orang-orang yang hidup dengan gaji lebih dari 123.000 dolar AS atau Rp1,9 miliar per tahun melaporkan sedikit perubahan dalam tingkat kebahagiaan mereka. Para peneliti juga menemukan bahwa secara keseluruhan, kepuasan hidup meningkat sebesar 0,36 poin untuk semua kelompok secara keseluruhan.
Para peneliti mengatakan bahwa percobaan mereka ini menunjukkan bahwa rencana ekonomi oleh masyarakat atau pemerintah untuk mentransfer kekayaan dari yang kaya ke yang miskin dapat menghasilkan peningkatan kepuasan hidup yang dramatis bagi sebagian besar konstituen mereka. Jadi, di tengah ancaman resesi global saat ini, ada baiknya para pejabat atau orang-orang kaya di Indonesia rutin berbagi uang tunai jutaan atau bahkan miliaran rupiah, seperti dalam studi ini, kepada orang-orang miskin di negeri.
Source | : | Phys.org |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR