Namun ada jebakan untuk pekerjaan ini. Untuk satu hal, sebenarnya tidak jelas bahwa payudara dipuja secara universal.
Dalam studi tahun 1951 terhadap 191 budaya, antropolog Clellan Ford dan etologis Frank Beach melaporkan bahwa payudara dianggap penting secara seksual bagi pria di 13 budaya tersebut.
Dari jumlah tersebut, sembilan budaya lebih menyukai payudara besar. Azande dan Ganda dari Afrika menganggap payudara panjang dan terjumbai paling menarik.
Dua lainnya, Maasai dari Afrika dan Manus dari Pasifik Selatan, pria menyukai payudara yang tegak dan "setengah bola", tetapi tidak harus besar.
Tiga belas budaya juga melaporkan simulasi payudara saat berhubungan seks, tetapi hanya tiga dari mereka yang tumpang tindih dengan masyarakat di mana pria melaporkan menganggap payudara penting untuk daya tarik seksual.
Baca Juga: Tradisi Menyetrika Payudara Agar Terhindar dari Kejahatan Seksual
Baca Juga: Studi Baru: Hubungan Seksual Bisa Menjadi Pemicu Serangan Asma
Baca Juga: Kesalahpahaman Umum Kama Sutra, Bukan Sekadar Posisi Bercinta Belaka
Sementara itu, dalam sebuah bab dalam buku Breastfeeding: Biocultural Perspectives (Aldine de Gruyter, 1995), antropolog budaya Katherine Dettwyler menjelaskan kepada teman-teman di Mali tentang foreplay seksual yang melibatkan payudara dan mendapat tanggapan mulai dari "bingung hingga ngeri."
"Bagaimanapun, mereka menganggapnya sebagai perilaku yang tidak wajar, menyimpang, dan merasa sulit untuk percaya bahwa pria akan terangsang secara seksual oleh payudara wanita, atau bahwa wanita akan menganggap aktivitas seperti itu menyenangkan," tulis Dettwyler.
Dalam pandangan budaya, laki-laki tidak terlalu tertarik secara biologis pada payudara seperti yang dilatih sejak usia dini untuk menganggapnya erotis.
"Jelas, manusia bisa belajar memandang payudara sebagai daya tarik seksual. Kita bisa belajar memilih payudara yang panjang dan menggantung, atau tegak, payudara setengah bola. Kita bisa belajar memilih payudara besar," tulis Dettwyler.
Masa Depan Pengolahan Sampah Elektronik Ada di Tangan Negara-negara Terbelakang?
Source | : | Live Science,Royal Society B: Biological Sciences |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR