Nationalgeographic.co.id—Sejarah telah mencatat bahwa di Cirebon, pernah berdiri sebuah komunitas sekuler yang dikenal dengan sebutan Freemasonry. Secara resmi, perkumpulan ini berdiri pada 1 Maret 1920 di Cirebon.
"Nama resmi dari komunitas kelembagaan ini bernama Freemasonry Kring Cirebon atau dengan nama Belanda Vrijmetselarij-Kring Cheribon," tulis Asep Achmad Hidayat dan tim risetnya.
Asep menulisnya kepada Agastya: Jurnal Sejarah dan Pembelajarannya dalam jurnal berjudul Dari Orang Belanda Sampai Elit Bumiputera: Kajian Sejarah Freemasonry di Kota Cirebon 1900-1942, terbit tahun 2020.
Tentu saja, akar pendirian Freemason di Cirebon dapat ditelusur dari loji-loji milik Belanda yang berada di Tegal. Simbol-simbol yang ada di loji "Humanitas" di Tegal dimungkinkan menjadi awal tersebarnya pengaruh ini.
Elit Belanda berperan besar dalam keberlangsungan Freemason Kring Cirebon, di mana Dr. H. J. van der Schroeff ditunjuk sebagai ketua bagi komunitas sekuler ini.
Para pengurus dari Freemason Kring Cirebon berasal dari berbagai kalangan profesi dan politikus, dimana keterlibatan dalam Freemasonry cukup membuka akses dan jaringan.
Keikutsertaan para pengurus itu akan memuluskan karir para anggota dengan kewajiban "saling membantu antara sesama anggota (Freemason) sebagai saudara perkumpulan," imbuh Asep dan tim.
Setelah didominasi oleh kalangan elit Belanda sejak akhir abad 20 sampai berdirinya Kring Cirebon, keanggotaan Freemasonry di Cirebon ternyata memiliki sejumlah anggota dari kalangan bangsawan dan elit pribumi.
Sebut saja R. M. A. Pandji Ariodinoto, seorang Regent (Bupati) dan orang penting di Cirebon (bertahta sejak tahun 1920-1927), merupakan seorang aktivis dalam Freemason Kring Cirebon.
Sebagaimana persaudaraan, Raden Mas Adipati Ariodinoto juga membangun jaringan dengan pemimpin daerah, regent hingga elit bangsawan lainnya yang juga terlibat aktif dalam Freemasonry.
Sebut saja bangsawan lainnya, yaitu Raden Toemenggoeng Ario Tjondro Negoro (Regent Sidoarjo), Raden Soerio (opsir irigasi di Pemalang), Raden Mas Toemenggoeng Ario Koesoemo Joedo (Regent Ponorogo), dan Raden Mas Adipati Ario Tjokro Adi Koesoemo (Regent Temanggung).
Source | : | Agastya: Jurnal Sejarah dan Pembelajarannya |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR