Praktik ini paling terkenal dikaitkan dengan dinasti Shang (1600 – 1046 Sebelum Masehi). Di mausoleum raja-raja Shang Akhir di Houjiazhuang di Yinxu, para peneliti menemukan 164 kerangka di lubang pemakaman. Mereka kemungkinan dibunuh untuk menemani raja-raja yang mati di akhirat
Meski praktik kejam itu berlanjut selama berabad-abad, banyak yang menentang. Pendiri aliran filosofis Mohisme, menulis
“Untuk xunzhang, raja membunuh puluhan hingga ratusan; para jenderal militer dan pejabat sipil membunuh dari beberapa hingga seratus. Praktik semacam itu menghambat kehidupan orang dan menyia-nyiakan kekayaan yang tak terhitung jumlahnya.”
Xunzi, seorang filsuf Konfusius, menulis dalam bukunya Xunzi bahwa membunuh yang hidup untuk menemani orang mati adalah ide yang kejam.
Tapi ini tidak menghentikan Adipati Mu dari Negara Bagian Qin membunuh 177 orang di pemakamannya. Para kurban termasuk tiga pejabat setia bernama Yanxi, Zhonghang, dan Zhenhu.
Dalam perjamuan makan, sang adipati berkata pada pejabatnya, “Karena kita berbagi saat-saat bahagia bersama ketika kita masih hidup, kita harus mati bersama dan berbagi kesedihan.” Ketiga pejabat itu, semuanya mabuk, berjanji untuk mati bersama adipati itu.
Meski ada yang secara sukarela melakukannya, Helü, raja Negara Wu memaksa ribuan orang biasa menjadi xunzang untuk putrinya, Tengyu. Tengyu meninggal akibat bunuh diri.
Pada hari pemakaman, Helü memerintahkan bawahannya untuk berjalan dengan puluhan burung bangau putih menyusuri jalan menuju mausoleum mewah. Makam itu ia bangun untuk putri kesayangannya.
Adegan aneh menarik ribuan penonton yang kemudian mengikuti prosesi. Saat mereka tiba, Helü memerintahkan prajuritnya untuk menggiring semua orang dan burung bangau ke mausoleum. Setelah itu, gerbang ditutup secara permanen.
Beberapa kaisar dari dinasti Han mencoba menghapus xunzang. Kaisar Wu, misalnya, menerima memo dari cendekiawan Dong Zhongshu yang mengusulkan berhenti membunuh budak dan pelayan dengan santai.
Menurut Kitab Han, pangeran feodal Liu Yuan meminta izin kepada Kaisar Xuan untuk membunuh pelayan perempuan sebagai kurban penguburan. Kaisar menolak permintaan Liu dan mencabut gelar bangsawannya.
Pada dinasti Tang (618 – 907) dan Song (960 – 1279), yang dianggap sebagai dua periode Tiongkok yang paling makmur dan “beradab” oleh sejarawan, kebiasaan xunzang tampaknya menghilang. “Tidak ada catatan kasus xunzang yang ditemukan di teks sejarah resmi,” kata Jiahui. Namun, praktik tersebut masih tercatat di dinasti Liao (907 – 1125), Jin (1115 – 1234), dan Yuan (1206 – 1368). Ketiga dinasti itu didirikan oleh para penakluk nomaden dari utara.
Source | : | The World of Chinese |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR