Nationalgeographic.co.id—Apakah Anda tinggal di tempat dengan kadar polutan tinggi? Sebaiknya, Anda perlu mewanti-wanti dengan bahaya osteoporosis. Masalah kesehatan tulang ini dan kadar polutan punya hubungan, menurut penelitian baru di jurnal eClincalMedicine, 14 Februari 2023.
Makalah bertajuk "Air pollution and decreased bone mineral density among Women's Health Initiative participants" itu mengungkapkan kerusakan tulang terjadi pada wanita pascamenopouse. Efeknya yang paling nyata adalah pada tulang belakang bawah (lumbal). Bagian itu yang menopang bagian atas tulang belakang dan terhubung ke panggul.
“Temuan kami mengkonfirmasi bahwa kualitas udara yang buruk dapat menjadi faktor risiko keropos tulang, terlepas dari faktor sosial ekonomi atau demografi," kata penulis utama studi Diddier Prada, peneliti dari Department of Environmental Health Sciences di Columbia Mailman School of Public Health, AS.
Para peneliti sudah mengetahui bahwa polutan bisa berdampak buruk pada kepadatan mineral tulang, risiko osteoporosis, dan patah tulang pada individu yang lebih tua. Studi itu diungkapkan oleh Prada dan rekan-rekannya di The Lancet Planetary Health, November 2017. Studi itu berjudul "Association of air particulate pollution with bone loss over time and bone fracture risk: analysis of data from two independent studies".
Sementara studi baru lebih mengeksplorasi hubungan antara polusi udara dan kepadatan mineral, khususnya wanita pascamenopause. Lewat penelitian ini, mereka mengeksplorasi efek campuran polusi udara pada hasil tulang.
Prada dan tim di studi terbaru menganalisis data yang dikumpulkan lewat studi Women's Helath Iniatitive. Mereka memperkirakan paparan polusi udara seperti PM10, nitrogen monoksida (NO), nitrogen dioksida (NO2), dan sulfur dioksida (SO2) berdasarkan lokasi wanita itu tinggal.
Tidak terlewat, para peneliti juga mengukur kepadatan mineral tulang mereka. Pengukuran dilakukan pada tahun pertama, tahun ketiga, dan tahun keenam saat pendaftaran di studi itu.
Ternyata, efek nitrogen oksida pada kepadatan mineral tulang lumbal berjumlah 1,22 persen sebagai pengurangan tahunan. Ini merupakan dua kali lipat efek tahunan usia pada situs anatomi mana pun yang dievaluasi, terang para peneliti. Efek ini diyakini terjadi lewat kematian sel tulang melalui kerusakan oksidatif dan mekanisme lainnya.
"Untuk pertama kalinya, kami memiliki bukti bahwa nitrogen oksida, khususnya, merupakan kontributor utama kerusakan tulang dan bahwa tulang belakang lumbar adalah salah satu tempat yang paling rentan terhadap kerusakan ini," terang Prada dalam rilis Columbia Mailman School of Public Health.
Baca Juga: Flash Joule: Mengubah Polusi Sampah Plastik Jadi Bahan Nano Berharga
Baca Juga: Tren Mobil Listrik, Bisakah Menjadi Solusi Mengatasi Polusi Udara?
Baca Juga: Tanah yang Tercemar Polusi Udara Berkontribusi pada Perubahan Iklim
Masa Depan Pengolahan Sampah Elektronik Ada di Tangan Negara-negara Terbelakang?
Source | : | Eurekalert |
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR