Nationalgeographic.co.id—Studi genetik terbaru di Eropa menemukan bahwa populasi kucing besar Eropa terancam punah karena keragaman genetiknya yang sangat rendah. Para peneliti memperkirakan, kucing besar Eropa akan punah sepenuhnya dalam 30 tahun mendatang.
Para ilmuwan memperkirakan, bahwa sekarang hanya ada kurang dari 150 lynx dewasa di Prancis. Lynx adalah salah satu dari 17 jenis kucing liar yang berukuran sedang yang hidup di Eropa.
Para ilmuwan memperingatkan bahwa jika tindakan tidak segera diambil, lynx Eurasia akan lenyap dari Prancis. Kucing liar yang sulit ditangkap ini, yang diperkenalkan kembali ke Swiss pada tahun 1970-an, bergerak melintasi perbatasan Prancis pada akhir dekade tersebut.
Studi genetik yang diterbitkan di Frontiers in Conservation Science menunjukkan bahwa populasi lynx di Prancis sangat membutuhkan bantuan untuk bertahan hidup.
“Mengingat cepatnya hilangnya keragaman genetik, kami memperkirakan populasi ini akan punah dalam waktu kurang dari 30 tahun,” kata Nathan Huvier dari Center Athenas, penulis korespondensi.
Populasi lynx ini, tersembunyi jauh di dalam Pegunungan Jura, tidak begitu dikenal. “Populasi ini sangat membutuhkan materi genetik baru untuk menjadi berkelanjutan.”
Pengamatan oleh para ilmuwan memperkirakan ukurannya maksimal 150 orang dewasa dan menunjukkan bahwa itu tidak terhubung dengan baik ke populasi yang lebih besar dan lebih sehat di Jerman dan Swiss, dan tidak tumbuh ke ukuran yang berkelanjutan.
Para ilmuwan percaya bahwa kombinasi perburuan liar, kecelakaan mobil dan perkawinan sedarah menyebabkan masalah reproduksi dan kelangsungan hidup. Hal itu membuat keragaman genetiknya rendah dan telah menekan pertumbuhannya.
“Karena kurangnya pemantauan genetik lynx di Prancis dan kami menganggapnya penting untuk konservasi spesies, kami memimpin dan melakukan pekerjaan ini,” kata Huvier.
Tim mengumpulkan sampel genetik antara 2008-2020 dengan tujuan menentukan kesehatan genetik populasi. Karena populasi yang langka, sampel diambil saat merawat lynx yang sudah terluka atau mati atau anak yatim piatu, untuk menghindari stres pada hewan yang sehat.
“Bagi kami, metode ini lebih etis karena tidak ada penangkapan dan dengan demikian stres diinduksi hanya untuk pengambilan sampel DNA,” jelas Huvier.
Source | : | Frontiers in Conservation Science |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR