Baca Juga: Apakah Gaya Hidup Vegan adalah Solusi untuk Perubahan Iklim?
Baca Juga: Perubahan Tubuh Pria Kembar: Yang Satu Vegan, Lainnya Pemakan Daging
“Masyarakat lebih mengutamakan nyawa hewan ternak dan hewan piaraan peternakan daripada nyawa orang-orang yang menanam kelapa sawit atau kedelai,” kata Trauger. "Perusahaan suka memasarkan kepada orang-orang bahwa makan dengan cara ini akan membuat perbedaan di dunia, tetapi ternyata tidak."
Sudah menjadi kebiasaan umum bahwa mengurangi konsumsi daging akan membantu mengurangi perubahan iklim. Namun itu tidak ada hubungannya dengan hewan itu sendiri. Masalahnya adalah bagaimana industri daging saat ini beroperasi.
"Ternak sangat penting untuk keberlanjutan sistem peternakan dan mitigasi perubahan iklim," ujar Trauger.
Misalnya, seekor babi dapat menghasilkan lebih dari 150 pon daging dan 20 pon bacon. Dibesarkan di padang rumput, di luar di hutan dengan pola makan kacang pohon, susu berlebih, dan limbah sayuran dari peternakan terdekat, babi itu juga dapat berkontribusi pada kesehatan tanah, hutan, dan ekosistem.
Ketika saatnya tiba untuk memanen hewan itu, pabrik pemrosesan skala kecil yang menghindari plastik dan mempekerjakan staf bergaji tinggi dapat digunakan untuk menjaga agar rantai pasokan tetap pendek dan transparan.
Satu babi itu bisa memberi makan satu keluarga selama berbulan-bulan, kata Trauger. "Apa yang tersisa dari kehidupan babi itu adalah pemulihan tanah, kesehatan usaha kecil, kesehatan manusia, dan rantai pasokan pendek yang dapat dilacak," katanya.
"Pasti ada argumen untuk mengurangi jumlah daging yang kita makan, tapi kita bisa memenuhi kebutuhan protein kita dengan sejumlah kecil produk hewani seperti daging atau telur. Sementara hal-hal seperti alpukat, kelapa, coklat dan kopi adalah berbasis tanaman, tetapi mereka merusak lingkungan dan mata pencaharian."
Makalah studi ini telah diterbitkan dalam Journal of Political Ecology. Studi ini juga merupakan bagian dari proyek buku yang lebih besar yang dikontrak oleh University of Washington Press.
Source | : | University of Georgia |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR