Menurut Anne Munck Solgaard, sistem drainase bukanlah rangkaian pipa atau saluran tetap dengan ukuran tertentu, melainkan jalur yang berkembang selama musim lelehan.
Mereka melakukan ini karena, sementara air lelehan dapat melelehkan sistem drainase yang lebih besar, aliran es bekerja untuk menutup sistem. Dengan demikian, sistem drainase dapat bergantian antara menjadi efisien dan tidak efisien.
“Ini menghasilkan empat variasi kecepatan es yang kami temukan di berbagai lokasi di seluruh lapisan es. Misalnya, kecepatan dapat melambat di tengah musim pencairan, saat air lelehan melimpah, karena sistem drainase tiba-tiba menjadi efisien," kata mereka.
"Atau sistem tetap tidak efisien dan di bawah tekanan tinggi. Jadi, kecepatannya sesuai dengan jumlah air lelehan."
Dengan demikian, para peneliti dapat melihat ke mana lapisan es bergerak, dengan satu atau lain cara, sepanjang tahun. Dengan demikian, mereka dapat memperoleh wawasan tentang apa yang terjadi di bawah es dan mengawasi bagaimana perubahannya dari tahun ke tahun.
“Hasil kami memberikan pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana lapisan es bereaksi terhadap suhu yang lebih hangat dan lebih banyak air lelehan, yang dapat membantu kami mengembangkan model iklim di masa depan,” jelas Dina Rapp, mahasiswa PhD dan rekan penulis studi tersebut.
Sejumlah besar data menuntut kecerdasan buatan
Para peneliti menggunakan kecerdasan buatan untuk mendeteksi dan memisahkan pola gerakan dalam ribuan pengukuran, yang dengan cepat menjadi tidak dapat dikelola untuk analisis manusia.
Menurut Profesor Christine Hvidberg dari Institut Niels Bohr, rekan penulis studi tersebut, daya komputasi cerdas semakin dibutuhkan.
Baca Juga: Sebelum Pemanasan Global, Bumi Mendingin atau Memanas? Masih Misteri
Baca Juga: Dampak Perubahan Iklim terhadap Ragam Pasokan Pangan dan Nutrisi Dunia
Baca Juga: Metana dari Sapi Menyumbang Gas Rumah Kaca, Peneliti Temukan Solusinya
Peneliti Ungkap Hubungan Tanaman dan Bahasa Abui yang Terancam Punah di Pulau Alor
Source | : | Geophysical Research Letters,University of Copenhagen |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR