Nationalgeographic.co.id—Sebuah studi baru menemukan bahwa hutan tropis yang pulih dari penebangan merupakan sumber emisi karbon selama bertahun-tahun setelahnya. Temuan studi ini bertentangan dengan asumsi sebelumnya.
Selama ini hutan tropis yang pulih dari penebangan pohon dianggap sebagai penyerap karbon, karena pohon-pohon baru tumbuh dengan cepat. Namun hasil studi baru yang dipimpin oleh para peneliti Imperial College London membalikkan gagasan ini.
Hasil studi ini menunjukkan bahwa karbon yang dilepaskan oleh tanah dan kayu yang membusuk melebihi karbon yang diserap oleh pertumbuhan baru.
Para peneliti mengatakan hasil studi ini menyoroti perlunya praktik penebangan yang meminimalkan kerusakan tambahan untuk meningkatkan keberlanjutan industri.
Studi ini sendiri dilakukan dengan memantau karbon di hutan di Borneo Malaysia sebagai bagian dari Stability of Altered Forest Ecosystem (SAFE) Project. Makalah studi ini telah terbit di jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences.
Maria Mills, salah satu peneliti dalam studi yang memulai riset ini di Imperial dan menyelesaikannya di University of Leicester, mengatakan, "Hasil studi kami menunjukkan bahwa untuk hutan tropis yang kami pelajari, area yang ditebang merupakan sumber karbon bahkan satu dekade setelah penebangan terjadi."
"Ini berarti kita perlu menilai kembali peran mereka dalam anggaran karbon global—kita tidak dapat lagi menerapkan asumsi menyeluruh bahwa mereka adalah penyerap karbon," ujar Mills seperti dikutip dari keterangan tertulis Imperial College London.
Terhi Riutta, peneliti utama studi ini yang sekarang di University of Exeter, mengatakan, "Banyak karbon yang dilepaskan dalam pemulihan hutan berasal dari kerusakan tambahan—pohon yang mati akibat kerusakan selama operasi penebangan dibiarkan membusuk, dan dari tanah yang terganggu."
"Hutan yang ditebang masih memiliki nilai—kita tahu mereka memiliki keanekaragaman hayati yang unik—jadi memastikan mereka juga tidak melepaskan karbon ekstra melalui praktik penebangan yang lebih baik akan meningkatkan kelestariannya," papar Riutta.
Baca Juga: Akibat Penebangan dan Perburuan, 100 Ribu Orangutan Kalimantan Punah
Baca Juga: Emisi Karbon Tertinggi Ternyata Berasal dari Kebakaran Hutan Salju
Baca Juga: Melebihi Industri Penerbangan, Pupuk Menyumbang 5 Persen Emisi Karbon
Banyak penelitian sebelumnya tentang pemulihan hutan berfokus pada pengukuran pertumbuhan pohon untuk memperkirakan jumlah karbon yang diambilnya dari atmosfer.
Studi baru ini juga mengukur berapa banyak karbon yang berasal dari tanah (tanah dan kayu mati) untuk menghitung anggaran karbon dari aliran karbon yang masuk dan keluar untuk hutan yang ditebang dan yang tidak ditebang atau tumbuh tua.
Sampel hutan yang ditebang dalam penelitian ini telah mengalami penebangan pada berbagai tahap selama beberapa dekade sebelumnya. Pengukuran dilakukan antara tahun 2011 dan 2017.
Untuk mengukur karbon yang dilepaskan dari tanah, para peneliti menggunakan monitor karbon dioksida portabel untuk menguji petak-petak tanah dan potongan kayu mati di beberapa petak setiap bulan selama beberapa tahun.
Tim juga telah mendirikan menara setinggi 52 meter di atas kanopi hutan untuk terus mengukur "fluks" karbon masuk dan keluar hutan untuk melihat apakah itu sumber bersih atau penyerap karbon.
Dalam studi ini mereka menemukan bahwa kawasan hutan yang tidak ditebang umumnya netral karbon, tetapi kawasan hutan tropis yang ditebang sedang dan berat merupakan sumber karbon.
Mereka memperkirakan sumber karbon rata-rata sebesar 1,75 +/- 0,94 metrik ton karbon pere hektar di dalam petak-petak yang ditebang sedang dan 5,23 +/- 1,23 metrik ton karbon per hektare di petak-petak yang terdegradasi parah, dengan emisi yang terus berlanjut pada tingkat ini setidaknya selama satu dekade setelah penebangan.
Rekan penulis Profesor Rob Ewers dari Departemen Ilmu Hayati di Imperial mengatakan, "Pengukuran dari menara menunjukkan kepada kita apakah kawasan hutan merupakan sumber atau penyerap karbon, dan pemantauan tanah memberi tahu kita mengapa demikian."
"Dari pengukuran ini, kita tahu hutan bekas tebangan masih menjadi sumber karbon hingga satu dekade setelah ditebang, dan ini terutama berasal dari bahan organik di dalam tanah atau dari kayu yang membusuk," jelasnya.
Tim mengatakan pemantauan karbon harus dilakukan di hutan lain di berbagai wilayah untuk membangun gambaran yang lebih akurat tentang bagaimana hutan yang ditebang berkontribusi terhadap anggaran karbon global.
Sanggup Serap Ratusan Juta Ton CO2, Terobosan Ini Diklaim Cocok Diterapkan di Indonesia
Source | : | Imperial College London |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR