Jadi pada tahun 1000, umat Buddha telah mencetak semua kitab suci mereka. Upaya ini membutuhkan 130.000 balok kayu dan waktu 12 tahun untuk menyelesaikannya.
Berkat teknologi baru, kata tercetak menyebar dengan cepat ke seluruh dunia Buddhis.
Baca Juga: Kertas, Salah Satu dari Empat Penemuan Besar di Kekaisaran Tiongkok
Baca Juga: Teknologi Zirah Berbahan Kertas Tiongkok Kuno Lebih Kuat Dari Baja
Baca Juga: Asal-usul Penggunaan Mata Uang Kertas dari Tiongkok hingga Eropa
Baca Juga: Evolusi Kompas, Salah Satu Penemuan Terbesar dari Kekaisaran Tiongkok
Selama Dinasti Sung (960—1279), percetakan di Tiongkok berkembang pesat. Selain proyek pencetakan semua teks Buddhis, Akademi Kekaisaran juga mengerjakan pembuatan sekitar 100.000 blok ukiran untuk mencetak sutra dan sejarah Tiongkok.
Inovasi teknik cetak, dari balik ke tipe bergerak
Kemudian di pada 1045, seorang pandai besi dan alkemis bernama Pi Sheng melakukan pengembangan. Ia menciptakan proses yang bahkan lebih baik daripada pencetakan balok: tipe bergerak.
Berkat Pi Sheng, pencetak tidak perlu mengukir balok kayu baru setiap kali mereka ingin mencetak sesuatu. Sebagai gantinya, mesin cetak memiliki jenis cetakan pracetak. Menggunakan tanah liat yang dipanggang, Pi Sheng membuat cetakan yang dia tempatkan di rangka besi yang dilapisi lilin hangat. Dia menekannya dengan papan sampai permukaannya rata sempurna dan setelah lilin mendingin, dia menggunakan baki surat untuk mencetak halaman.
Tiga abad kemudian, atas perintah penguasa Tsai-Tung, para pengukir Korea mengembangkan jenis dari perunggu. Ini merupakan peningkatan besar dibandingkan tanah liat karena lebih tahan lama dan tidak rapuh.
Kertas dan teknik cetak ini pun menyebar hingga ke luar Kekaisaran Tiongkok. Teknik pencetakan ini memberikan kontribusi besar bagi peradaban Barat. Lebih banyak salinan buku dicetak lebih cepat. Pada akhirnya, itu berefek pada penyebaran dan pengembangan pendidikan, pengetahuan, dan komunikasi yang lebih luas.
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR