Nationalgeographic.co.id—Seperti Eropa, wilayah Kekaisaran Ottoman juga tak luput dari Black Death. Disebut juga sebagai Maut Hitam atau Wabah Hitam, Black Death adalah pandemi paling fatal yang pernah tercatat dalam sejarah manusia.
Wabah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Yersinia pestis ini mengakibatkan kematian sekitar 75 juta hingga 200 juta orang-orang di Eurasia dan Afrika Utara. Pandemi ini memuncak di Eropa sejak tahun 1347 hingga 1351
Banyak orang telah mempelajari wabah di Eropa dan dampaknya terhadap masyarakat, ekonomi, dan politik. Namun, lebih sedikit yang mempelajari kejadian wabah di wilayah Kekaisaran Ottoman.
Nukhet Varlik adalah salah satu ahli terkemuka yang paham bagaimana Black Death berdampak pada Kekaisaran Ottoman.
Varlik adalah seorang profesor di Departemen Sejarah Rutgers University, Newark. Dia pernah menulis buku berjudul Plague and Empire in the Early Modern Mediterranean World: The Ottoman Experience, 1347–1600.
"Pertama-tama, izinkan saya memberi catatan bahwa ada perjangkitan wabah berulang sepanjang sejarah Ottoman dan seterusnya, dimulai dengan pandemi Black Death pada tahun 1347 dan berlangsung hingga tahun 1947 di Turki modern—total 600 tahun," papar Varlik dikutip dari TRT World.
"Oleh karena itu, rangkaian wabah ini jelas berdampak besar pada negara Ottoman, terutama di bidang kesehatan masyarakat."
"Dimulai pada awal abad ke-16, kita melihat bahwa pemerintahan pusat Ottoman mulai mengembangkan peraturan baru untuk penguburan korban wabah di Istanbul dan kota-kota lain, saat kematian akibat wabah melonjak," beber Varlik.
Pemerintah Kekaisaran Ottoman mendirikan kuburan komunal baru di luar tembok kota, mencatat jumlah korban tewas setiap hari, dan menyediakan layanan untuk industri pemakaman.
Baca Juga: Cara Mimar Sinan Membuat Bangunan Tahan Gempa Era Kekaisaran Ottoman
Baca Juga: Surat-Surat Kuno Mengungkap Kisah Cinta Sultan Kekaisaran Ottoman
Baca Juga: Ada Warisan Genetik Langka Kekaisaran Ottoman Sebab Pernikahan Kerabat
Source | : | TRT World |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR