Selain itu, mereka berusaha menjaga kebersihan jalan (menyingkirkan sampah) dan mengaspal, serta memindahkan usaha-usaha seperti penyamakan kulit atau rumah jagal di luar tembok kota, karena dianggap mencemari udara.
Varlik menjelaskan bahwa Kekaisaran Ottoman juga menawarkan keringanan pajak kepada individu dan komunitas yang terkena wabah dan mempromosikan pengembangan layanan kesehatan.
Institusi dan praktik yang berkembang pada abad ke-16 ini berlanjut dalam satu atau lain bentuk melalui periode modernisasi pada abad ke-19.
Mengingat mayoritas masyarakat Ottoman beragama Islam, pernahkah ada penutupan masjid atau apakah kegiatan salat Jumat pernah dihentikan?
"Saya tidak ingat menemukan referensi untuk fenomena ini di sumbernya. Sebaliknya, kita melihat contoh doa bersama yang diselenggarakan untuk mengangkat wabah," jawab Varlik.
Salah satu contoh terkenal berasal dari masa pemerintahan Mehmed III (1595–1603). Kala itu para pejabat negara, tokoh agama, anggota kelompok Sufi, dan orang-orang Istanbul berkumpul di Okmeydani untuk berdoa agar wabah dicabut.
Selain diadakan doa bersama, hewan juga dikurbankan dan dibagikan kepada yang membutuhkan sebagai sedekah. Para tahanan juga dibebaskan dengan harapan bahwa Tuhan akan menerima dan menjawab doa.
Pembebasan tahanan ini jelas berkebalikan dengan pemahaman kita saat ini tentang pembatasan sosial. Ternyata, ini karena bakteriologi modern dan gagasan bahwa penyakit menular disebabkan oleh kuman yang tidak terlihat baru berkembang pada akhir abad ke-19, yaitu menjelang akhir sejarah kekaisaran.
Sebelumnya, teori penyakit yang dominan mengaitkan penyebab penyakit epidemik dengan miasma, yaitu bau busuk yang diyakini mencemari udara dan membuat orang sakit.
Meskipun gagasan contagion (bahwa penyakit dapat ditularkan dari satu orang ke orang lain, secara langsung atau tidak langsung) diketahui dan dianut oleh sebagian orang, hal ini tidak memotivasi masyarakat Ottoman untuk melakukan pembatasan sosial (social distancing).
Pemutihan pada Terumbu Karang, Kala Manusia Hancurkan Sendiri Benteng Pertahanan Alaminya
Source | : | TRT World |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR