Nationalgeographic.co.id—Nyampuk seperti 'musuh bebuyutan' umat manusia. Sepanjang sejarah, ada banyak korban jiwa yang disebabkan berbagai penyakit akibat gigitan nyamuk. Malaria contohnya, yang menyebabkan korban jiwa sebesar 627.000 pada tahun 2020, menurut laporan WHO.
Tidak setiap saat nyamuk ada. Mereka bermunculan dan menjadi ancaman bagi manusia pada musim-musim tertentu. Namun, sebuah studi mengungkapkan, pemicu berkembangnya populasi nyamuk ternyata berhubungan dengan polusi cahaya perkotaan.
Studi itu dipublikasikan di jurnal Insects pada 10 Januari 2023, bertajuk "Light Pollution Disrupts Seasonal Differences in the Daily Activity and Metabolic Profiles of the Northern House Mosquito, Culex pipiens". Fokus penelitian ini adalah pada nyamuk Culex pipiens yang menularkan virus Nil Barat kepada manusia.
Dari laporan para peneliti, nyamuk pembawa penyakit ini tidak dapat bertahan hidup di musim dingin. Polusi cahaya membuat mereka kerap gagal mencari darah. Di sisi lain, periode limpahannya mungkin hanya tertunda (diapause). Dengan kata lain, manusia dan hewan lain bisa jadi lebih lama menghadapi nyamuk ini selama musim yang lebih hangat.
“Kami menemukan bahwa cahaya perkotaan yang sama di malam hari dapat memiliki efek yang sangat berbeda dalam konteks musim yang berbeda,” kata peneliti senior studi Megan Meuti, asisten profesor entomologi di The Ohio State University, AS, dikutip dari Eurekalert. Penelitian ini melihat perkembangan dan penyebaran virus di Ohio di beberapa musim, dan meneliti dampaknya.
Penelitian ini dipimpin oleh Matthew Wolkoff, kandidat PhD di bidang entomologi di tempat Meuti. Dalam laporannya, diapause bagi nyamuk rumahan betina bukan berarti seperti hibernasi, berpuasa mencari darah hewan lainnya.
Periode ini justru disebut dormansi--masa di mana pertumbuhan terjeda karena lingkungan luar yang tidak mendukung. Nyamuk masih bisa bertahan hidup di gua, gorong-gorong, gudang, dan lokasi yang cocok untuk bertahan hidup lainnya.
Musim dingin adalah periode dormansi mereka. Sebelum datangnya musim dingin, nyamuk melakukan adaptasi perilaku seperti mengubah sumber gula (seperti nektar tanaman) untuk menjadi lemak.
Waktu demi waktu, betina mulai mencari makan darah untuk mengaktifkan produksi telurnya. Pada saat inilah, nyamuk terinfeksi virus Nil barat akan mencari makan, dan menularkan virus saat menggigit manusia, kuda, dan mamalia lainnya.
"Kami melihat peningkatan penularan virus Nil Barat tertinggi pada akhir musim panas dan awal musim gugur di Ohio," kata Meuti. "Jika ada nyamuk yang menunda atau menunda diapause dan terus aktif lebih lama dalam setahun, saat itulah nyamuk paling mungkin terinfeksi virus Nil Barat dan orang-orang berisiko paling besar untuk tertular," jelasnya.
Sebelumnya, Meuti pernah meneliti gen jam sirkadian pada nyamuk yang diapause dan tidak. Gen sirkadian dipengaruhi oleh panjang hari, sehingga membantu keputusan pada mereka kapan untuk memulai diapause.
Peneliti Ungkap Hubungan Tanaman dan Bahasa Abui yang Terancam Punah di Pulau Alor
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR