Nationalgeographic.co.id—Konfusius adalah guru, filsuf, dan ahli teori politik paling terkenal sepanjang sejarah Kekaisaran Tiongkok. Gagasannya sangat memengaruhi peradaban Tiongkok dan negara-negara Asia Timur lainnya, bahkan hingga kini. Sebagai seorang pendidik, Konfusius menyediakan pendidikan di kalangan rakyat jelata.
Konfusius yang miskin dan pekerja keras
Sebagai keturunan bangsawan Dinasti Shang, nama keluarga bangsawan yang disandangnya tidak memberinya kehidupan yang kaya dan nyaman.
Konfusius lahir di Negara Lu, salah satu rezim di timur Tiongkok selama Periode Musim Semi dan Musim Gugur.
Ibunya adalah seorang selir berstatus rendah dan ayahnya meninggal ketika dia masih kecil. Konfusius hidup dalam kemiskinan di masa kecilnya. Ia harus melakukan pekerjaan pertanian untuk para bangsawan demi menghidupi keluarganya.
Tapi dia tidak pernah berhenti belajar.
Setelah dewasa, dia melakukan beberapa pekerjaan resmi, menikah, dan memiliki seorang putra, seperti kebanyakan orang.
Pendidik dan politisi cakap di masanya
Di usia pertengahan 20-an, Konfusius membuka sekolah swasta dan mulai mengajar di sana.
Dia adalah pelopor yang membawa pendidikan dari bangsawan ke warga sipil. Pendidik muda itu percaya semua orang bisa diajar. Konfusius percaya akan pentingnya pendidikan untuk menciptakan karakter yang berbudi luhur. Dia berpikir bahwa orang pada dasarnya baik namun mungkin telah menyimpang dari bentuk perilaku yang sesuai.
Lambat laun, Konfusius memperoleh reputasi terhormat dan lebih dari 3.000 siswa, kaya dan miskin, mulia dan rendah hati.
Dia mengunjungi negara bagian lain untuk sementara waktu. Namun sebagian besar waktunya dihabiskan untuk mengajar dan menyusun buku dengan murid-muridnya.
Di usia 50-an, Konfusius diberi posisi politik dan dipromosikan beberapa kali.
Dalam beberapa tahun berikutnya, dia melakukan pekerjaan yang sangat baik sebagai politisi. Selama bertugas, Konfusiun membuat warga sipil hidup lebih baik. Namun tidak semua suka dengan tindakannya, contohnya kelas penguasa Negara Bagian Lu.
“Setelah itu, Konfusius yang berusia 54 tahun dipaksa mengundurkan diri,” tulis Annping Chin di laman Britannica. Ia pun mulai melakukan perjalanan ke negara bagian lain, sambil berharap menemukan penguasa lain untuk menerapkan ideologinya.
Perjalanan legendaris Konfusius
Selama 14 tahun berikutnya, Konfusius memimpin murid-muridnya. Mereka melakukan perjalanan ke lebih dari selusin negara bagian dan mencoba memperkenalkan ideologinya kepada para penguasa feodal.
Namun, itu adalah Periode Musim Semi dan Musim Gugur. Saat itu beberapa negara Tiongkok terus bersaing dan memperebutkan hegemoni dan kekuasaan. Oleh karena itu, teori kebajikannya sepertinya tidak menarik untuk diterapkan oleh penguasa-penguasa yang saling berseteru itu.
Konfusius dihormati oleh beberapa bangsawan tetapi kadang-kadang dianggap sebagai ancaman bagi bangsawan lokal yang kuat. Selama perjalanannya, dia mengalami penolakan, perampokan, kelaparan, dan beberapa momen hidup dan mati.
Tetap saja, dia belum pernah menemukan pemimpin baik hati yang menghargai ideologi politiknya.
Belakangan, salah satu muridnya menjadi pejabat berpengaruh di Negara Bagian Lu. Sang murid menyarankan agar penguasa Lu yang baru menyambut kembali Konfusius.
Kembali ke kampung halaman
Konfusius kemudian mengakhiri perjalanannya dan kembali ke kampung halamannya ketika istrinya meninggal dunia.
Namun, putra satu-satunya dan murid-murid kesayangannya semuanya meninggal tak lama setelah kepulangannya.
Kematian orang-orang terkasih itu membuatnya bersedih. Konfisius kemudian menaruh perhatian pada penyuntingan dan penulisan buku. Sebagian besar tulisannya menjadi mahakarya Konfusianisme dalam budaya Tiongkok.
Beberapa tahun kemudian, dia meninggal di kampung halamannya, tua dan sakit.
Sebuah kuil kemudian dibangun untuk mengenangnya, yang diperluas dan dibangun kembali beberapa kali pada abad-abad berikutnya.
Konfusius tumbuh dalam kemiskinan tetapi memiliki standar dan ambisi moral yang paling terhormat. Dia mengalami kekecewaan dan kesulitan yang tak terhitung jumlahnya tetapi tidak pernah menyerah pada mimpinya.
Terjun dalam dunia politik, Konfusius menjadi saksi pembantaian dan perang kejam yang tak terhitung jumlahnya. Belajar dari pengalaman, konsep esensi utama dari ideologinya adalah kebajikan.
Pada tahun 134 Sebelum Masehi, Kaisar Wu dari Han menghormati Konfusianisme sebagai ideologi yang dominan. Sejak saat itu, Konfusius dianugerahi sebagai raja suci dan terhormat oleh banyak kaisar dalam sejarah Tiongkok.
Dan sebagai salah satu filsuf Tiongkok terbesar, ide-idenya dipelajari, dikembangkan, dan diwariskan selama ribuan tahun. Bahkan hingga kini.
Ajaran dan warisan Konfusius
Konfusius sebagian besar diabaikan pada zamannya sendiri. Saat meninggal pada tahun 479 Sebelum Masehi, dia meninggalkan sekitar 3.000 siswa. “Semua muridnya mengabdikan diri untuk melestarikan dan menyebarkan ajaran guru mereka,” tulis Kristin Baird Rattini di National Geographic.
Pemikirannya tentang etika, perilaku baik, dan karakter moral ditulis oleh murid-muridnya dalam beberapa buku, yang terpenting adalah Lunyu.
Gagasan utama Konfusianisme adalah pentingnya memiliki karakter moral yang baik. Moral yang baik itu kemudian dapat memengaruhi dunia di sekitar orang tersebut.
Baca Juga: Alasan Kaisar Tiongkok Qin Shi Huang Mengubur Hidup-Hidup Cendekiawan
Baca Juga: Bagaimana Awal Mula Kaisar Tiongkok Disebut Putra Surgawi oleh Rakyat?
Baca Juga: Mengapa Pemikiran Filsuf Konfusius Masih Relevan Hingga Saat Ini?
Jika kaisar memiliki kesempurnaan moral, pemerintahannya akan damai. Bencana alam dan konflik adalah akibat menyimpang dari ajaran kuno. Karakter moral ini dicapai melalui kebajikan ren, atau “kemanusiaan”. Ini mengarah pada perilaku yang lebih berbudi luhur, seperti rasa hormat, altruisme, dan kerendahan hati.
Konfusianisme percaya pada pemujaan leluhur dan kebajikan yang berpusat pada manusia untuk menjalani kehidupan yang damai. Aturan emas Konfusianisme adalah “Jangan lakukan kepada orang lain apa yang Anda tidak ingin orang lain lakukan kepada Anda.”
Gagasan tentang berbakti, atau pengabdian kepada keluarga, adalah kunci pemikiran Konfusius. Pengabdian ini dapat berupa pemujaan leluhur, tunduk pada otoritas orang tua. Keluarga adalah kelompok terpenting dalam etika Konfusianisme. Pengabdian kepada keluarga hanya dapat memperkuat masyarakat di sekitarnya.
Ajaran Konfusius dengan antusias diadopsi sebagai ideologi Kekaisaran Tiongkok oleh Dinasti Han pada abad kedua Sebelum Masehi. Analects (Lunyu) terus memandu pemerintah dan individu selama ribuan tahun, menginformasikan dan memengaruhi sejarah dan peradaban Tiongkok dalam prosesnya.
Source | : | National Geographic,Britannica |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR