Nationalgeographic.co.id—Sepertinya telah menjadi asumsi yang dapat diterima bahwa migrasi manusia ke luar angkasa tidak dapat dihindari. Tapi apakah ini asumsi yang valid? Apakah itu berdasarkan fakta, atau berdasarkan kepercayaan pada keistimewaan manusia? Manusia adalah migran.
Buktinya jelas, manusia tersebar di seluruh Bumi. Apakah ada sesuatu tentang manusia yang menunjukkan bahwa bermigrasi ke luar angkasa tidak jauh berbeda dengan bermigrasi dari Afrika ke Eurasia?
Manusia adalah spesies Bumi. Kita terhubung ke Bumi melalui evolusi. Namun, kita juga terhubung ke luar angkasa melalui evolusi.
Kita terbuat dari elemen berat yang dihasilkan oleh fusi di inti bintang. Kita dihangatkan oleh radiasi bintang terdekat kita, Matahari. Apakah tidak masuk akal untuk berasumsi bahwa kehidupan manusia memiliki bagian dari rantai sebab-akibat pembentukan bintang dan planet?
Sekarang, gagasan untuk tinggal di luar angkasa jelas bukan sesuatu yang baru, tapi jika diberi pertanyaan bisakah manusia bertahan hidup jangka panjang di luar angkasa? Para ilmuwan belum dapat memberikan jawaban yang pasti.
Jawaban yang mungkin diberikan samar-samar, menurut teori baru yang menggambarkan kompleksitas menjaga gravitasi dan oksigen, mendapatkan air, mengembangkan pertanian dan menangani limbah yang jauh dari Bumi.
Teori itu dijuluki teori Pancosmorio, sebuah kata yang diciptakan untuk berarti "semua batas dunia". Studi tersebut dijelaskan dalam makalah yang diterbitkan di Frontiers in Astronomy and Space Sciences.
Makalah tersebut dipublikasikan dengan judul "Pancosmorio (world limit) theory of the sustainability of human migration and settlement in space" belum lama ini yang bisa diperoleh secara daring.
"Agar manusia dapat menopang diri mereka sendiri dan semua teknologi, infrastruktur, dan masyarakat mereka di luar angkasa, mereka membutuhkan ekosistem alami yang dapat memulihkan diri, seperti Bumi, untuk mendukung mereka (para manusia)," kata rekan penulis Morgan Irons.
Irons adalah seorang mahasiswa doktoral yang melakukan penelitian dengan Johannes Lehmann, profesor di School of Integrative Plant Science di Cornell University.
Karyanya berfokus pada persistensi karbon organik alami dari tanah di bawah gravitasi bumi dan berbagai kondisi gravitasi. "Tanpa sistem semacam ini, misi gagal."
Menurut para peneliti, kunci pertama untuk mencapai tujuan tersebut adalah gravitasi, yang dibutuhkan kehidupan Bumi untuk berfungsi dengan baik, kata rekan penulis Lee Irons.
Tak Hanya Cukupi Kebutuhan Gizi, Budaya Pangan Indonesia Ternyata Sudah Selaras dengan Alam
Source | : | Cornell University,Frontiers in Astronomy and Space Sciences |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR