Hasil mereka mengungkapkan bahwa faktor genetik – seberapa dekat spesies terkait – berkali-kali lebih penting daripada faktor ekologis, seperti jarak geografis, dalam memprediksi apakah hibrida terbentuk.
Tumbuhan memiliki kemungkinan kawin yang sangat besar karena serbuk sari dapat menempuh jarak yang sangat jauh melalui angin atau melalui pengangkutan oleh penyerbuk, seperti lebah, sedangkan perbedaan genetik antar spesies sulit diatasi.
Berbeda dengan hewan, para peneliti juga menemukan bahwa spesies tumbuhan yang memiliki jumlah set kromosom yang berbeda, yang dikenal sebagai ploidi, merupakan penghalang yang mengalami kebocoran tetapi tidak mutlak untuk pembentukan hibrida.
Hasilnya dapat berimplikasi penting bagi konservasi tanaman asli Inggris, yang merupakan salah satu flora paling terdegradasi di dunia, dari ancaman spesies impor atau domestik lainnya.
Terlalu banyak pencampuran genetik dapat mengancam spesies asli Inggris hingga menuju kepunahan. Untuk melindunginya, pemantauan dapat memprioritaskan spesies langka dan kerabat dekatnya, yang dapat dengan mudah membentuk hibrida.
Para peneliti sekarang mempelajari kemampuan spesies invasif asing untuk membentuk hibrida dengan bunga asli Inggris dan pengaruhnya di seluruh negeri.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini dapat mengarah pada wawasan baru ke dalam pembentukan hibrida di flora lain di seluruh dunia, serta memeriksa dampak faktor ekologi lainnya seperti kesuburan hibrida dan sistem perkawinan.
Studi yang diterbitkan dalam jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences (PNAS) ini, juga melibatkan kolaborator termasuk peneliti dari Royal Botanic Garden Edinburgh (RBGE).
Studi mereka juga didukung oleh Biotechnology and Biological Sciences Research Council (BBSRC) dan Natural Environment Research Council (NERC).
Baca Juga: Penemuan Fosil Tumbuhan Purba, Hidup di Burnaby 40 Juta Tahun Lalu
Baca Juga: Tumbuhan Memancarkan Suara Ultrasonik dan Senyawa Kimia Saat Tertekan
Source | : | PNAS,University of Edinburgh |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR