Nationalgeographic.co.id – Siapa penggemar Korea Drama Goblin? Drama yang dibintangi Gong Yoo ini ternyata terinspirasi dari kisah mitologi Korea yaitu Goblin atau disebut juga Dokkaebi. Goblin adalah roh yang mempunyai energi dan keterampilan luar biasa.
Mereka memiliki kemampuan untuk berinteraksi dengan manusia dan sering menggunakan kekuatan mereka untuk mengelabui manusia. Dokkaebi dikenal memiliki banyak kemampuan yang bervariasi. Catatan yang paling akurat berasal dari karya abad ke-15 berjudul Seokbo Sangjeol.
Menurut catatan, dokkaebi dipanggil untuk mengharapkan keberuntungan, kesehatan, atau umur panjang. Dengan demikian, mereka adalah makhluk yang harus disembah bagi mereka yang membutuhkan. Keyakinan tentang dokkaebi membawa keberuntungan masih bertahan hingga hari ini, membenarkan sifat dermawan dan filantropis utama Goblin.
Kata dokkaebi itu sendiri berasal dari kata majemuk 'tot' dan 'abi': abi menunjukkan laki-laki dewasa dan tot berarti api atau benih. Oleh karena itu, kombinasi tersebut menandakan laki-laki yang mampu menciptakan kekayaan besar.
Legenda lain menggambarkan Goblin yang berbeda di dalam beragam bentuk. Mereka biasanya digambarkan mengenakan hanbok, salah satu bentuk pakaian tradisional Korea yang dikenakan pada acara formal. Biasanya berwarna-warni dan dihiasi dengan garis-garis sederhana.
Penyebutan Goblin Korea pertama kali ditemukan dalam sebuah cerita dari Kerajaan Silla di Korea tengah dan selatan. Ini ditampilkan dalam tokoh Lady Dohwa dan Bachelor Bihyeong.
Sejak kemunculan pertama mereka dalam cerita rakyat, mereka telah menjadi fitur reguler dalam cerita rakyat dalam mitologi Korea. Mereka diceritakan sering berinteraksi dengan protagonis manusia dalam berbagai cara.
Goblin dikatakan memiliki sejumlah keterampilan yang berbeda. Mulai dari kemampuan melimpahkan keberuntungan hingga menghukum manusia karena dosa-dosa mereka.
Berbeda dengan penampilan di Drama Korea yang memanjakan mata, Goblin dalam cerita rakyat Korea biasanya digambarkan sangat jelek dengan wajah merah, dan terkadang memiliki tanduk dan satu atau dua kaki. Mereka tercipta dari benda mati yang berlumuran darah, dan sering kali muncul dari benda biasa seperti sapu.
Sering kali, Goblin Korea dipandang sebagai jahat atau penipu (seperti Satir dalam mitologi Yunani), tetapi beberapa cerita menggambarkan pengalaman positif dengan Dokkaebi.
Beberapa ritual dilakukan menggunakan kekuatan supranatural dari Dokkaebi. Sering kali, sosok mereka juga terlibat dalam upacara untuk membawa panen yang baik, menangkal entitas jahat, dan memberikan keberuntungan.
Upacara lainnya dilakukan untuk mengusir Dokkaebi jahat yang diyakini sebagai penyebab kesialan, penyakit, dan kebakaran.
Dokkaebi datang dalam berbagai bentuk, yang paling umum adalah Cham, Gae, Gaksi, Oenun, dan Oedari.
Cham Dokkaebi adalah goblin nakal yang mempermainkan manusia dan sering bersembunyi di sekitar mereka menunggu untuk melaksanakan rencana jahat mereka.
Gae Dokkaebi adalah goblin jahat yang berkeliaran di alam liar dan memakan kesengsaraan manusia.
Gaksi dan Chonggak Dokkaebi adalah goblin pria dan wanita yang memiliki kemampuan memikat dan merayu manusia.
Oenun Dokkaebi adalah goblin cycloptic yang memiliki reputasi makan dalam jumlah besar dan sangat rakus.
Terakhir, Oedari Dokkaebi adalah goblin lucu yang suka mengikuti gulat Korea (Ssireum).
Goblin dalam mitologi Eropa
Berbeda dengan versi Korea, Goblin menurut mitologi Eropa adalah makhluk nakal. Mereka biasanya digambarkan sangat tidak menyenangkan, pendendam, dan serakah yang tujuan utamanya adalah menimbulkan masalah bagi umat manusia.
Namun, ada populasi Goblin yang lebih kecil, yang memiliki temperamen lebih baik, atau lebih netral. Terlepas dari jenisnya, semua Goblin dikabarkan memiliki berbagai jenis kemampuan khusus, sering kali bersifat magis.
Beberapa Goblin memiliki lebih banyak kekuatan seperti peri, mirip dengan penyihir. Jenis Goblin lain memiliki lebih banyak kemampuan iblis, hanya menggunakan sihir mereka untuk menyakiti.
Banyak orang mengasosiasikan Goblin dengan troll, karena mereka memiliki penampilan yang tidak diinginkan dan bukan makhluk yang paling baik hati.
Namun, tidak seperti troll yang dikatakan tinggal di bawah jembatan dan di hutan, Goblin biasanya membuat rumahnya sendiri di pegunungan. Mereka hanya menunggu kesempatan (biasanya hingga larut malam) untuk merampas barang-barang berharga seperti emas dan perhiasan.
Goblin berasal dari abad ke-14 dan paling umum di Eropa barat laut, Skandinavia, Kepulauan Inggris, dan Amerika Serikat. Nama Goblin dikatakan berasal dari ejaan Prancis Kuno gobelin.
Namun, kata ini juga dikabarkan memiliki akar bahasa Jerman, Yunani, dan Latin dengan konotasi negatif secara keseluruhan (Gobelinus adalah nama setan atau iblis yang menghantui negara Normandia). Goblin pertama kali dipopulerkan dalam dongeng dari Abad Pertengahan.
Baca Juga: Sisi Gelap Makhluk Mitologi Putri Duyung, Suka Mengorbankan Manusia
Baca Juga: Mitologi Tiongkok: Asal Usul Rubah Berekor Sembilan Memangsa Manusia
Baca Juga: Naga: Baik dalam Mitologi Asia, tetapi Jahat dalam Mitologi Eropa?
Penampilan Goblin sangat bervariasi tergantung pada negara asalnya, meskipun sebagian besar jenis Goblin dikenal memiliki rambut yang agak sulit diatur dan kulit berwarna hijau.
Yang tidak diketahui banyak orang adalah sebenarnya ada 10 jenis Goblin yang berbeda. Jenis ini sering disebut sebagai ‘sub-ras’ dan setiap sub-ras biasanya memiliki penampilan dan kemampuan yang berbeda. Ketika kebanyakan orang memikirkan Goblin, apa yang mereka bayangkan biasanya adalah tipe yang dikenal sebagai Trow atau Kobold.
Trow memiliki kemampuan untuk berubah menjadi bentuk seperti manusia. Namun, mereka biasanya bertubuh kecil dengan penampilan ‘jelek’. Kobold lebih merupakan Goblin stereotip, dengan penampilan yang mirip dengan peri rumah yang dikenal sebagai ‘Dobby’ dalam seri Harry Potter.
Jadi, kisah mitologi Goblin bergantung pada bagian negara mana Anda berada. Anda mungkin juga menemukan berbagai jenis goblin yang berbeda dalam karakteristik dan sifat.
Source | : | Allkpop,Mythology Source |
Penulis | : | Hanny Nur Fadhilah |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR