Nationalgeographic.co.id—Gedung US Capitol di Washington, D.C. memiliki banyak misteri, mulai dari kutukan insinyur yang meninggal selama konstruksi hingga laporan penampakan hantu pustakawan Capitol. Tapi dari itu semua, legenda kucing iblis adalah yang paling abadi.
Legenda kucing iblis yang menakutkan yang berkeliaran di gedung legislatif kota Amerika Serikat, telah bertahan selama lebih dari 100 tahun menurut penelusuran National Geographic.
Kucing iblis itu muncul pertama kali pada tahun 1890-an dan dikenal dengan sebutan "D.C" dari akronim Demon Cat, seperti nama lain Washington, D.C. Sejak kemunculannya telah meninggalkan jejak ketakutan pada banyak orang.
Ada yang mengatakan itu muncul sebelum peristiwa tragis, seperti jatuhnya pasar saham tahun 1929 atau pembunuhan Presiden John F. Kennedy tahun 1963. Beginilah awal mula mitos seram ini—dan mengapa masih bertahan sampai sekarang.
Mitologi kucing pada abad ke-19
Laporan tentang kucing iblis, baik nyata maupun supranatural, merupakan hal yang lumrah selama abad ke-19. Faktanya, mitologi kucing sudah ada sejak berabad-abad yang lalu di seluruh dunia.
Para sarjana mengaitkan kisah-kisah ini di mana-mana dengan tubuh dan perilaku kucing, dari suara dunia lain hingga kebiasaan malam hari dan mata yang bersinar.
Di Jepang, misalnya, legenda bakneko menggambarkan kucing haus balas dendam yang berperilaku seperti manusia.
Di Italia, orang tua yang ingin menakut-nakuti anak-anak mereka agar berperilaku baik memberi tahu mereka kisah-kisah menakutkan tentang seekor kucing raksasa bernama Gatto Mammone.
Dalam mitologi Slavia, ovinnik jahat dianggap menghantui lumbung dan bahkan membakarnya. Dan di Irlandia, kisah kucing setan berlimpah dalam pengetahuan lokal.
Maka, tidak mengherankan jika di budaya Amerika juga dipenuhi dengan kucing iblis pada akhir abad ke-19.
Pada tahun 1880-an, penonton teater menikmati puisi dan drama berjudul "The Demon Cat", dan surat kabar pada zaman itu penuh dengan laporan tentang kucing berbahaya yang nyata dan legendaris.
Source | : | National Geographic |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR