Nationalgeographic.co.id—Dalam mitologi Nordik, pemahaman tentang alam semesta terbilang unik dari yang kebudayaan lain. Mereka menempatkan sembilan alam yang berbeda. Masing-masing alam itu ditopang oleh pohon raksasa Yggdrasil.
Kesembilan alam ini terhubung dengan pohon raksasa Yggdrasil. Yang jelas, pohon ini memiliki ikatan kuat dengan Niflheim, salah satu alam tempat roh dari orang yang mati secara tidak terhormat.
Akar Yggdrasil pun tertanam di Niflheim, tetapi basisnya berada di Midgard, tempat manusia berada. Cabang atas pohon ini menghasilkan bunga di Asgard dan Vanaheim, tempat para dewa bersemayam.
Keterhubungan ini, membuat alam manusia ketika mati bisa dikirim ke alam lainnya. Niflheim dan Helheim adalah tempat akhir mereka. Sementara sebagian, justru memasuki Valhalla yang berada di luar pohon.
Roh ditentukan berdasar baik buruknya perilaku manusia selama hidup atau menjelang kematiannya. Menurut mitologi Nordik, roh orang yang mati secara terhormat akan masuk ke Valhalla.
Alam ini digambarkan seperti surga, memiliki aula besar, dan dipenuhi ladang yang indah. Bagi roh yang datang ke sini, akan disambut dan bersenang-senang dengan para dewa-dewi. Namun, perhentian ini hanya sementara, karena roh harus bersiap menanti pertempuran akhir zaman, Ragnarok.
Masyarakat Viking percaya, jika mengorbankan diri demi dewa, setelah kematiannya akan dikirim ke Valhalla.
Sementara Niflheim adalah tempat roh yang tidak terhormat. Digambarkan, Niflheim berupa alam yang dipenuhi kabut dan bersalju abadi.
Alam ini punya peran kunci dalam mitologi penciptaan Nordik. Sayangnya, kisah penciptaan ini diwariskan secara tuturan oleh masyarakat Nordik, sehingga para ahli harus mengumpulkannya dari pewaris kepercayaan.
Sebagai gambarannya, alam semesta pada mulanya hanyalah kekosongan besar yang disebut Ginnungagap. Lalu, dunia mulai terbentuk di utara dan selatan. Niflheim, sebagai tanah es, dingin, dan penuh kegelapan, berada di utara. Di selatan adalah Muspelheim, alam yang dipenuhi amukan api.
Agar alam semestar benar-benar terbentuk, butuh dua alam abadi. Maka, es Niflheim dan api Muspelheim bertabraikan. Es pun dilelehkan oleh api, menciptakan genangan air pertama untuk dunia.
Dari kolam inilah, makhluk pertama dan berukuran sangat besar dalam mitologi Nordik, Ymir, muncul. Dewa Odin dan sudara-saudarinya justru membunuh Ymir, dan tubuhnya dipotong-potong. Bagian tubuhnya inilah yang kemudian menciptakan Midgard untuk manusia.
Dari sinilah, Niflheim tidak hanya sebagai tempat akhir roh, tetapi juga unsur pembentukan Midgard, bagi masyarakat Nordik.
Meski menjadi tempat roh yang tidak terhormat, orang Nordik percaya bahwa kadar keburukan seseorang masih berpengaruh untuk memasuki Niflheim. Mayoritas roh akan berakhir di Helheim untuk dihukum.
Helheim adalah alam di mana Hel, anak dari Dewa Loki, berkuasa. Alam ini lebih menyerupai api pencucian ketimbang neraka akhir.
Baca Juga: Ymir, Raksasa Pertama Mitologi Nordik Bisa Ciptakan Anak dari Keringat
Baca Juga: Nidhogg, Naga yang selalu Membawa Kekacauan dalam Mitologi Nordik
Baca Juga: Prasasti Tertua Dewa Odin Ditemukan di Timbunan Harta Karun di Denmark
Baca Juga: Menyibak Kepercayaan Kuno Bangsa Nordik yang Bangkit Kembali
Dalam mitologi Nordik, di Niflheim terdapat daerah yang disebut Nastrond. Di sini adalah tempat bagi pendosa terburuk seperti pelanggar sumpah, pembunuh, dan pezinah. Tempatnya digamabarkan gelap, mengerikan, memiliki aula yang terbuat dari duri ular. Inilah neraka sebenarnya, dibanding Helheim.
Meski kesannya Niflheim seperti alam tempat roh tidak terhormat terlantas, ahli budaya menilai bahwa perannya sangat penting dalam agama Nordik. Alam ini adalah kunci dari siklus kehidupan, kematian, dan kelahiran yang dipercayai.
Selain itu, fungsinya menopang Yggdrasil sangat terkait dengan mitologi Nordik tentang siklus kehidupan dan kematian. Pasalnya, Yggdrasil yang kelak menjadi awal dari akhir bagi umat manusia dan alam semesta ini setelah Ragnarok.
Masa Depan Pengolahan Sampah Elektronik Ada di Tangan Negara-negara Terbelakang?
Source | : | Ancient Origins |
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR