Mereka menyerukan pengusiran semua orang asing. Termasuk Dinasti Qing, yang bukan orang Tionghoa tetapi etnis Manchu dari Manchuria.
Gelombang nasionalis dan anti-asing ini menyebabkan Pemberontakan Taiping (1850-64). Pemimpin karismatik Pemberontakan Taiping, Hong Xiuquan, menyerukan penggulingan Dinasti Qing.
Dinasti itu terbukti tidak mampu mempertahankan Tiongkok dan menyingkirkan perdagangan opium. Meskipun Pemberontakan Taiping tidak berhasil, hal itu sangat melemahkan pemerintahan Dinasti Qing.
Perasaan nasionalis terus tumbuh di Kekaisaran Tiongkok setelah Pemberontakan Taiping dipadamkan. Misionaris asing menyebar di pedesaan, mengubah beberapa orang Tionghoa menjadi Katolik atau Protestan. Itu tentu saja mengancam kepercayaan Buddha dan Konghucu tradisional.
Dinasti Qing menaikkan pajak pada orang biasa untuk mendanai modernisasi militer yang setengah hati. Kekaisaran Tiongkok bahkan harus membayar ganti rugi perang kepada kekuatan barat setelah Perang Candu.
Pada tahun 1894-1895, Kekaisaran Tiongkok kembali mengalami pukulan mengejutkan terhadap rasa kebanggaan nasional mereka. Kekaisaran Jepang, yang pernah menjadi pengikut Tiongkok di masa lalu, mengalahkan Kerajaan Tengah dalam Perang Tiongkok-Jepang Pertama. Kekaisaran Jepang bahkan menguasai Korea.
Saat itu, Tiongkok dipermalukan tidak hanya oleh orang Eropa dan Amerika tetapi juga oleh salah satu tetangga terdekat mereka. “Secara tradisional, Kekaisaran Jepang merupakan ‘bawahan’ Tiongkok,” tambah Szczepanski.
Kekaisaran Jepang juga memberlakukan ganti rugi perang dan menduduki tanah air Dinasti Qing di Manchuria. Akibatnya, rakyat kembali bangkit dalam kemarahan anti-asing pada tahun 1899-1900.
Pemberontakan Boxer dimulai sebagai anti-Eropa dan anti-Qing. Tidak hanya itu, rakyat dan pemerintah Tiongkok bergabung untuk menentang kekuatan kekaisaran.
Koalisi delapan negara dari Inggris, Prancis, Jerman, Austria, Rusia, Amerika, Italia, dan Jepang mengalahkan Pemberontak Boxer dan Tentara Qing. Koalisi asing itu mengusir Ibu Suri Cixi dan Kaisar Guangxu keluar dari Beijing. Meskipun mereka mempertahankan kekuasaan selama satu dekade lagi, ini benar-benar akhir dari Dinasti Qing.
Dinasti Qing jatuh pada tahun 1911. Kaisar Terakhir Puyi turun takhta, dan pemerintahan Nasionalis di bawah Sun Yat-sen mengambil alih. Namun, pemerintahan itu tidak bertahan lama.
Source | : | thought.co |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR