Bagaimana Para Disabilitas Bertahan
Lantas, bagaimana para penyandang disabilitas Yunani Kuno dapat bertahan hidup? Albert menerangkan, ada tiga alternatif. “Mereka dapat melakukan tugas-tugas tanpa harus memiliki tubuh yang sempurna.”
Seorang lumpuh dapat menjadi pandai besi, pembuat perhiasan, pelukis atau pembuat tembikar. Seorang buta dapat menjadi penyair, pemusik, atau peramal.
Atau bahkan mereka dapat mengambil keuntungan dari kelainan bentuk mereka dengan berpura-pura menjadi orang bodoh.
Penulis satir Romawi, Lucian, mengatakan bahwa orang lumpuh, kurcaci, dan wanita gemuk tampil sebagai penghibur di pesta-pesta minuman keras. Ada cukup banyak bukti yang mendukung hal ini.
Sisi negatifnya adalah mereka harus menghadapi banyak pelecehan, namun itu adalah sesuatu yang harus mereka hadapi. “Jadi tidak ada salahnya jika mereka dibayar cukup untuk mendapatkan penghidupan yang layak,” jelas Robert.
Opsi terakhirnya adalah dengan mengemis atau meminta welas dari kerabat. Namun tetap saja, kondisi mereka sangat rentan. Bahkan sekalipun mendapat perlindungan dari keluarga mereka, akan selalu ada orang yang membenci.
Bukan hanya karena penampilan fisik mereka, tetapi juga kekhawatiran bahwa mereka adalah bukti ketidaksukaan ilahi yang hidup di antara mereka.
Menurut Robert, kisah manusiawi tentang para penyandang disabilitas dalam sejarah Yunani kuno diperparah oleh pengabaian dalam setiap sejarah sosial.
“Dan bahkan agama pun tidak melakukan apa pun untuk meringankan penderitaan mereka. Sebaliknya, hal itu justru memperburuk keadaan mereka,” pungkas Robert.
Penulis | : | Tri Wahyu Prasetyo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR