Nationalgeographic.co.id—Ketika membayangkan Kekaisaran Ottoman, apa gambaran yang terbesit di benak Anda? Boleh jadi fantasi Anda akan dihuni oleh para sultan, yang penuh dengan aroma eksotis dan diiringi oleh suara muazin untuk salat.
Faktanya, menurut Marie Joelle Eschmann, seorang sejarawan seni dari Swiss, Kekaisaran Ottoman lebih dari imajinasi itu. Ottoman, dalam sejarahnya adalah Kekaisaran yang sangat agung. Di puncak kejayaannya, wilayah kekuasaan Ottoman mencakup Anatolia dan Kaukasus melintasi Afrika Utara hingga Suriah, Arab, dan Irak.
Kekaisaran ini telah mengintegrasikan tradisi Bizantium, Mamluk, dan Persia, “yang pada akhirnya membentuk ciri khas artistik Ottoman yang unik.”
Untuk memahami bagaimana seni dan arsitektur kekaisaran Ottoman muncul dan berkembang, kita perlu melihat lebih dekat sejarahnya. Dimulai dari penaklukan Konstantinopel, berlanjut ke Zaman Keemasan di bawah kekuasaan Sulaiman.
Istanbul: Ibu Kota Kekaisaran Ottoman
Pada abad ke-15, Mehmed II - yang lebih dikenal sebagai Mehmet "Sang Penakluk" - mendirikan ibu kota baru Ottoman di bekas Konstantinopel Bizantium dan menamainya Istanbul.
“Pada saat kedatangannya, ia memadukan tradisi Turki dan Persia-Islam dengan repertoar artistik Bizantium dan Eropa Barat,” jelas Joelle.
Salah satu contoh terbaik bagaimana Timur bertemu dengan Barat di Konstantinopel adalah transformasi Hagia Sophia menjadi masjid. Gereja ini dibangun pada tahun 537 Masehi oleh Kaisar Bizantium Justinian I, selama hampir 1000 tahun. Bangunan ini merupakan katedral terbesar di dunia.
Dipercaya, Mehmed II langsung menuju Hagia Sophia setelah memasuki Konstantinopel untuk melakukan ibadah salat pertamanya. Gereja berkubah ini kemudian diubah menjadi masjid, dengan menambahkan empat menara ke dalam bangunan.
Meskipun Hagia Sophia selalu menjadi fokus dari narasi "Timur bertemu Barat" di Istanbul, namun menurut Joelle tidak hanya berhenti di situ saja. “Masih banyak lagi contoh bagaimana penaklukan Mehmet berdampak besar pada pemahaman Ottoman tentang seni dan arsitektur.”
Sepanjang masa pemerintahannya, para seniman dan cendekiawan Ottoman, Iran, serta Eropa berdatangan ke istananya. Mereka menobatkan Mehmed II sebagai salah satu pelindung Renaisans terbesar pada masanya.
“Ia memerintahkan untuk membangun dua istana: Istana Lama dan Istana Baru, yang kemudian disebut Istana Topkapi,” jelas Joelle.
Istana-istana ini berfungsi sebagai kediaman utama dan markas administrasi sultan-sultan Ottoman. Bangunan-bangunan di Topkapi sangat kompleks dan lebih menyerupai sebuah kota kerajaan yang dibentengi.
Istana-istana ini memiliki empat lapangan besar, perbendaharaan kekaisaran, dan tentu saja, harem yang terkenal, yang secara harfiah berarti "terlarang" atau "pribadi". Banyak seniman Eropa yang terpesona dengan ide area rahasia yang menampung sebanyak 300 selir dan tidak dapat diakses oleh orang luar.
Jadi, ketika kita membayangkan tentang istana Topkapi, kita melihat sebuah gambar yang telah banyak diciptakan oleh seniman barat dengan fantasinya tentang kehidupan di harem.
Penggambaran di balik tembok harem, seperti sultan yang penuh nafsu, selir yang cantik, dan kasim yang licik, bisa jadi hanya imajinasi sang pelukis saja. Kisah-kisah ini jarang sekali menggambarkan realitas kehidupan di istana Ottoman.
Meskipun istana-istana Topkapi tidak diragukan lagi merupakan salah satu pencapaian terbesar Kekaisaran Ottoman, namun ini belum berhenti. Faktanya, “baru 100 tahun kemudian kekaisaran Ottoman akan mencapai puncaknya dalam hal seni, arsitektur, dan budaya.”
Zaman Keemasan Seni Dan Arsitektur Kekaisaran Ottoman
Masa pemerintahan Sulaiman (1520-1566), sering dianggap sebagai "Zaman Keemasan" bagi Kekaisaran Ottoman. Hal ini ditandai dengan perluasan geografis, perdagangan, dan pertumbuhan ekonomi. Keberhasilan militer yang berkelanjutan bahkan memberikan Ottoman status sebagai kekuatan dunia.
Hal ini, tentu saja, juga berdampak pada aktivitas budaya dan seni kekaisaran. Selama periode penting ini, perkembangan terjadi di setiap bidang seni, terutama di bidang arsitektur, kaligrafi, lukisan manuskrip, tekstil, dan keramik.
Budaya visual Ottoman berdampak pada berbagai wilayah kekaisarannya. Meskipun terdapat variasi lokal, warisan tradisi artistik Ottoman abad ke-16 masih dapat dilihat hampir di semua tempat.
Beberapa elemen khas dari periode ini adalah kubah setengah bola, menara berbentuk pensil yang ramping, dan pelataran tertutup dengan serambi berkubah.
Di antara berbagai pencapaian budaya, yang paling menonjol pada periode ini adalah masjid dan kompleks keagamaan yang dibangun oleh Mimar Sinan (sekitar 1500-1588). Ia merupakan salah satu arsitek islam yang paling terkenal.
Mimar Sinan
Mimar Sinan dianggap sebagai arsitek terbesar dari periode klasik arsitektur Ottoman. Ia telah berhasil merampungkan lebih dari 300 bangunan besar dan proyek-proyek lainnya yang lebih sederhana.
Pemandian tradisional Cemberlitas Hamami, yang disebut-sebut sebagai salah satu tempat terindah, juga merupakan karya Mimar Sinan.
Sebelum Mimar Sinan, arsitektur Ottoman sangat cenderung pragmatis. Bangunan-bangunan yang ada merupakan pengulangan dari tipe-tipe sebelumnya dan didasarkan pada rencana yang belum sempurna.
“Sinan secara bertahap mengubah hal ini dan menemukan suara artistiknya sendiri,” jelas Joelle. “Dia merevolusi praktik arsitektur yang sudah mapan dengan memperkuat dan mengubah tradisi.”
Warisan Mimar Sinan tidak berakhir setelah kematiannya. Banyak muridnya yang kemudian merancang bangunan-bangunan penting lainnya, seperti Masjid Sultan Ahmet atau "Masjid Biru" dan jembatan Stari Most.
Zaman Tulip Kekaisaran Ottoman
“Pada periode setelah kematian Sulaiman, aktivitas arsitektur dan artistik dilanjutkan di bawah dukungan keluarga kekaisaran dan para elit penguasa,” terang Joelle.
Namun, pada abad ke-17, melemahnya ekonomi Kekaisaran Ottoman mulai mempengaruhi seni. Para sultan terpaksa mengurangi jumlah seniman yang mereka pekerjakan di istana.
Dari Jumlah yang sebelumnya mencapai lebih dari 120 orang pada masa Suleiman, di masa sulit ini menjadi sepuluh orang.
Meskipun demikian, banyak karya artistik yang luar biasa telah dicapai selama periode ini. Pencapaian yang paling penting adalah Masjid Ahmet I di Istanbul. Bangunan ini menggantikan Hagia Sophia sebagai masjid utama kota.
Di bawah kepemimpinan Ahmed III, seni kembali bangkit. Ia membangun perpustakaan baru di Istana Topkapi dan memerintahkan pembuatan Surname (Buku Festival).
Surname merupakan jenis karya sastra yang khas dari Kesultanan Ottoman. Surname mendokumentasikan festival atau perayaan besar yang diadakan oleh penguasa Ottoman. Salah satunya adalah mendokumentasikan upacara sunat empat putra Ahmed III seperti yang dicatat oleh penyair Vehbi.
Masa pemerintahan Ahmet III juga dikenal sebagai Periode Tulip. Popularitas bunga ini tercermin dalam gaya baru dekorasi bunga yang menggantikan gaya ornamen Saz.
Source | : | The Collector |
Penulis | : | Tri Wahyu Prasetyo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR