Nationalgeigraphic.co.id—Pada tahun 1588, Toyotomi Hideyoshi, orang kedua dari tiga pemersatu Kekaisaran Jepang, mengeluarkan dekrit.
Sejak saat itu, para petani dilarang membawa pedang atau senjata lainnya. Pedang hanya akan disediakan untuk kelas prajurit samurai.
“Peristiwa ini dikenal dengan nama “Perburuan Pedang” atau katanagari,” tulis Kallie Szczepanski di laman Thoughtco. Mengapa Toyotomi Hideyoshi mengambil langkah drastis ini?
Katanagari, aturan untuk memisahkan kelas samurai dan petani
Pada tahun 1588, kampaku Kekaisaran Jepang, Toyotomi Hideyoshi, mengeluarkan beberapa keputusan yang berkaitan dengan senjata. Ini dikenal dengan katanagari.
Katanagari adalah kebijakan heinobunri (memisahkan antara samurai dan petani) yang merampas hak istimewa kelas petani untuk memakai pedang.
Pada bulan Juni 1585, sebelum dekrit dikeluarkan, Hideyoshi mendapatkan janji dari para biksu di Kuil Kongobu-ji untuk melucuti senjata.
Hal ini dianggap oleh sebagian orang sebagai upaya pertama katanagari. Katanagari secara umum dikenal sebagai kebijakan melucuti senjata desa pertanian dengan melarang petani memiliki senjata dan menyitanya.
Dekrit katanagari
Dekrit katanagari yang dikeluarkan oleh Hideyoshi Toyotomi terdiri dari tiga poin.
Pertama. Melarang keras para petani untuk memiliki senjata termasuk katana (pedang), wakizashi (pedang lebih pendek dari katana), busur (senjata), yari (tombak), dan senapan. Menghukum mereka yang membawa senjata yang tidak perlu.
Kedua. Melebur senjata sitaan untuk digunakan sebagai paku dan klem untuk membangun Daibutsu (Buddha Besar).
Saat itu, patung Buddah sedang dibangun di Kuil Hoko-ji. Petani akan diberi imbalan atas perbuatan seperti itu dan juga diselamatkan di kehidupan selanjutnya.
Ketiga. Jika petani hanya memiliki alat-alat pertanian dan hanya bercocok tanam, kemakmuran mereka akan meluas ke keturunan mereka.
Pemerintah menyita senjata dari para petani berdasarkan belas kasihan kepada mereka. Para petani harus tunduk kepada pemerintah dan tekun dalam bercocok tanam.
Kepedulian penuh kasih terhadap kesejahteraan pertanian adalah alasan dikeluarkannya dekrit ini. Kepedulian semacam itu merupakan landasan bagi perdamaian dan keamanan Kekaisaran Jepang serta kegembiraan dan kebahagiaan semua orang.
Mengapa Hideyoshi Melarang Petani di Kekaisaran Jepang untuk Membawa Pedang?
Sebelum akhir abad ke-16, Penduduk Kekaisaran Jepang dari berbagai kelas membawa pedang dan senjata lain. Hal ini dilakukan untuk pertahanan diri selama periode Sengoku yang kacau.
Saat itu, senjata juga berfungsi sebagai perhiasan pribadi. Jadi bukan para samurai saja yang membawa pedang saat itu di Kekaisaran Jepang.
Namun, kadang-kadang orang-orang menggunakan senjata ini untuk melawan penguasa samurai mereka dalam pemberontakan petani (ikki).
Bahkan, tidak jarang ada pemberontakan gabungan petani dan biarawan (ikko-ikki) yang bahkan lebih mengancam.
Jadi, keputusan Hideyoshi ditujukan untuk melucuti senjata para petani dan para biksu prajurit.
Untuk membenarkan pemaksaan ini, Hideyoshi mencatat bahwa pertanian berakhir tanpa pengawasan ketika para petani memberontak dan harus ditangkap.
Ia juga menegaskan bahwa para petani akan lebih sejahtera jika mereka berkonsentrasi pada bertani alih-alih bangkit melawan Kekaisaran Jepang.
Akhirnya, Hideyoshi berjanji untuk menggunakan logam dari pedang yang meleleh untuk membuat paku keling untuk patung Buddha Agung di Nara.
“Jadi, dengan memberikan senjatanya, petani secara tidak langsung ikut menyumbang,” tambah Szczepanski.
Nyatanya, Hideyoshi berusaha menciptakan dan menegakkan sistem kelas empat tingkat yang lebih ketat. Pada sistem kelas ini, setiap orang tahu tempat mereka dalam masyarakat dan bagaimana mempertahankannya.
Bagi sebagian masyarakat di Kekaisaran Jepang, dekrit ini agak munafik. Pasalnya, Hideyoshi sendiri berasal dari latar belakang prajurit-petani dan bukan samurai sejati.
Jadi aturan itu mungkin membuatnya bagai kacang yang lupa pada kulitnya.
Bagaimana Hideyoshi Menegakkan Dekrit tersebut?
Di domain yang dikontrol Hideyoshi, pejabat Hideyoshi sendiri berkeliling dari rumah ke rumah dan mencari dan menyita senjata.
Di wilayah lain, kampaku hanya memerintahkan daimyo terkait untuk menyita pedang dan senjata. Dan kemudian para perwiranya pergi ke ibu kota wilayah untuk mengumpulkan senjata.
Beberapa penguasa domain rajin mengumpulkan semua senjata dari rakyatnya, mungkin karena takut akan pemberontakan.
Yang lain sengaja tidak mematuhi keputusan tersebut. Misalnya, ada surat antara anggota Klan Shimazu dari domain Satsuma selatan.
Mereka setuju untuk mengirim 30.000 pedang sederhana ke Edo (Tokyo). Padahal, wilayah itu terkenal dengan pedang panjang yang dibawa oleh semua laki-laki dewasa.
Terlepas dari kenyataan bahwa Perburuan Pedang kurang efektif di beberapa daerah, efek utamanya adalah memperkuat sistem kelas empat tingkat. Pada sistem itu, samurai berada pada tingkatan paling atas.
Bagi Hideyoshi, perburuan pedang itu sukses besar. Bahkan jauh lebih sukses daripada dua kampanye militernya melawan Korea.
Satu distrik saja dikatakan telah menghasilkan 1.100 pedang panjang, 1.500 pedang pendek, 500 senjata dan 700 pisau.
Perburuan Pedang ini juga berperan dalam penghentian kekerasan setelah Sengoku. Pada akhirnya, dekrit ini mengarah ke perdamaian 2,5 abad yang menjadi ciri Keshogunan Tokugawa.
Source | : | thought.co |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR