kegiatan penyaluran hasil-hasil perkebunan ke pelabuhan-pelabuhan, untuk selanjutnya diekspor ke luar negeri melalui pelabuhan-pelabuhan yang terletak di pantai utara Pulau Jawa seperti Tanjung Mas di Semarang dan Tanjung Priok di Jakarta.
Kereta api swasta Semarang-Vorstenlanden merupakan kereta dengan ukuran terbesar di Jawa dengan daya jelajahnya berkisar 30 km/jam.
Status spoorweg pada trayek tersebut lantas beralih fungsi. Selain mengangkut komoditas eskpor, status Gementee tahun 1906 membuat moda kereta api sebagai sarana transportasi masyarakat.
Adanya dualisme fungsi—untuk mengangkut barang dan penumpang—gerbong kereta api mulai diperbanyak dan kualitas keselamatannya semakin ditingkatkan.
Dengan cepat mobilitas masyarakat meningkat pesat. Dapat dibayangkan, di tahun-tahun tersebut, masyarakat dapat singgah ke Surakarta dari Semarang hanya dalam waktu tempuh sekitar 3,5 jam.
Dianggap dapat mendorong sejumlah peningkatan dalam industri dan mobilisasi penduduk, pada akhirnya trayek Semarang-Vorstenlanden terus diluaskan. Dari sinilah, moda kereta api di Jawa berkembang sangat pesat.
Bentangan sepanjang 25 kilometer ini menjadi awal jalur kereta api menuju Vorstenlanden di Jawa Tengah. Setelah itu, jaringan kereta api terus berkembang, khususnya di Jawa, baik melalui prakarsa swasta Belanda maupun melalui investasi negara Belanda.
Museum Kereta Api di Utrecht telah menyimpan koleksi foto, objek, dan model unik yang menjadi saksi sejarah perkeretaapian Hindia Belanda.
Model gerbong 1:5 yang saat ini sedang dipugar dibangun pada tahun 1882 di Werkplaats Buitenzorg (sekarang Bogor) dari Indian State Railways.
"Model ini didasarkan pada jenis gerbong kayu asli dari Indian State Railways, yang muncul di rel kereta api pada tahun 1882," pungkasnya.
Museum Utrecht telah bekerja sama dengan Museum Kereta Api di Ambarawa dan sukses mementaskan pameran sejarah perkeretaapian di Hindia Belanda.
Sampai hari ini kereta api telah turut dalam pertumbuhan kota-kota di pesisir hingga pedalaman Jawa dan Sumatra.
Source | : | Journal of Indonesian History (UNNES),Historiek |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR